Oleh: Rifaldo B. Mote
OPINI – Hidup dalam Roh dan kasih sepenuhnya diuraikan secara sistematis terpadu dari sudut pandang rasul Paulus. Pokok ini membahas perihal penghiburan bagi umat-umat-Nya (Rm 8:1) dalam hal bagaimana seharusnya mereka hidup. Pokok ini dibagi ke dalam empat bagian yakni hukum, hukum iman, hukum Roh dan hukum Kristus. Kemudian di dalamnya dikembangkan dua rumusan penguraian: bagaimana sensitivitas hukum bertransformasi ke dalam cara hidup; dan bagaimana sensitivitas etis berpengaruh pada jenjang dan derajat ralasional antara perbuatan dan perutunkannya. Baik pokok, pembagian dan rumusannya ternaung di dalam penghiburan, yang hemat Paulus, dapat membuat umat bersukacita dan merasa damai sejahtera di dalam iman.
Hukum dan Hukum dalam Surat-Surat Paulus
Masalah hukum, Paulus tidak terbatas hanya pada indikatif dan imperatif tetapi dalam paranesis Paulus terkandung unsur hukum Musa yang bercampur tapi juga terpusat pada Injil, terutama Kristus. Paulus banyak mengkritik hukum yang disalahgunakan demi kepentingan tertentu. Hukum seharusnya memberi perlindungan di hadapan Tuhan, dengan demikian banyak bangsa menyukainya dan sudah merupakan tanggung jawab bersama untuk mempertahankan serta membiarkannya bergerak berdasarkan roh yang menggerakaan orang meraih kasih Kristus. Kemudian pertanyaannya, apakah hukum semacam itu dapat mengarahkan perilaku kristiani? Apakah hukumnya berlaku dalam memberikan pelanggaran kepada umat yang berdosa? Ataukah ini semacam karaktek hukum perjanjian baru bagi umat kristiani?
Masalah ini terpecahkan, ketika dengan lebih cermat mendalami paranesis Paulus di dalam surat-surat Roma dan Galatia, Dunn (1998: 625-668) mengklasifikasikan bentuk paranesis Paulus ke dalam tiga perbedaan tajam yakni hukum iman (Roma 3:27), hukum Roh (Rm 8:2) dan hukum Kristus (Gal 6.2). Semua ini bukan merupakan hukum yang terpisah melainkan satu-kesatuan dalam tatanan hukum yang mengucu pada iman. Meskipun ketiga frasa di atas secara harafiah bukan merupakan hukum, namun setiap hukum menuntut kehendak bebas setiap orang supaya bagaimana hidup sesuai dengan itu. Misalnya, hukum iman sebagai petunjuk untuk hidup sesuai dengan iman, demikian juga dengan hukum Roh dan hukum Kristus. Dalam pembagian seperti itu, masing-masing menampilkan pola khas yang amat berbeda. Dapat diringkas dalam bentuk korelasi: Paulus menasehati umat yang percaya akan pebenaran Injil supaya melalui iman dan partisipasi dalam Kristus dan karunia Roh, umat mengalami keselamatan. Fakta bahwa Paulus membedakan ketiga hukum ini.
Berbeda dengan Dunn, Henry (2015:178-187) menafsirkan hukum iman, Roh dan Kristus sebagai suatu kepemilikan istemewa orang percaya dengan memberi tekanan kuat pada metode penafsiran aplikatif. Henry menulis bahwa hukum Taurat tidak melakukan apa yang dilakukan di dalam hukum-hukum sesudahnya. Dengan mengutip pernyataan Paulus “Ia (Taurat) tidak berdaya” (Rm 8:2), Henry melanjutkan bahwa ketidakberdayaan hukum Taurat bukan karena kekurangan melainkan karena daging, oleh kerusakan sifat manusia, oleh legalisme hukum dan oleh kemaksiatan dunia. Karena itu, hukum Taurat sudah dinodai dalam carut marut otoritas agama, pemangku kepentingan dan kalangan elit politik. Taurat sudah tidak bisa menguduskan manusia, lantaran hilang hakekat, fungsi dan rohnya. Taurat adalah produksi perbuatan yang tidak menyediakan cara lain, alhasil akan melemah ketika perbuatan yang salah dibenarkan.
Baik Henry dan Dunn menguraikan gagasan bahwa hukum iman, Roh dan Kristus menjadi jalan di mana umat Kristiani dapat dibenarkan dan diselamatkan. Dalam hal ini, latar belakang Paulus diwarnai oleh Taurat, namun setelah bertobat (Metanoia), pusat teologinya berada di sekitar Kristus yang diagungkan dan dipuji sembah oleh-nya. Oleh karena itu, Paulus tidak hanya berkutat pada Taurat, tetapi ekspansif menjangkau dan merevansikan Kristus dalam ajarannya yang mengandalkan iman sebagai jalan menuju gerakan Roh di dalam Kristus. Untuk itu, kita akan melihat iman, Roh dan Kristus dalam teologi Paulus di bawah ini.
Iman dan Hukum Iman
Iman adalah sarana untuk memeroleh keselamatan. Iman juga adalah panggilan hati secara internal tetapi juga merupakan panggilan menuju kekudusan secara eksternal. Dalam konsep soteriologi Paulus, pembenaran iman ditekankan tetapi konsentrasinya juga tidak luput dari iman sebagai etika, dengan pemahaman bahwa dari iman orang percaya hidup. Karena bagi Paulus, iman adalah tanggapan manusia terhadap segala macam kasih karunia Ilahi yang melaluinya kuasa Allah mengalir ke dalam setiap orang dan Gereja.
Hukum iman yang dibawa Paulus, seperti dalam perkenalan dirinya di jemaat Roma 1:5 bahwa tujuan kerasulannya adalah untuk “kepatuhan iman.” Mengapa kepatuhan? karena istilah ketaatan di zaman itu belum familiar. Paulus seringkali menggunakan patuh, sementara patuh sendiri adalah turunan kata dari “mendengarkan” (akoud) yang berarti mendengar dengan tanggap. Dengan demikian kepatahuan berarti bukan hanya mendengarkan tetapi juga menanggapi di dalam perilaku apa yang didengarkan dalam hal ini tentang sabda dan perbuatan.
Terlepas dari Israel yang bekerja untuk menyenangkan Tuhan dalam kekakuan hukum, Paulus menekankan titik tolak dari iman untuk menyenangkan Tuhan melalui hukum pembenaran iman. Inti dari apa yang diuraikan oleh Dunn terdiri atas dua poin. Pertama, iman menentukan bagaimana seseorang berperilaku. Iman sangat privat dan rahasia. Iman tidak sombong tetapi rendah hati. Kedua, iman adalah tolok ukur dan pemantau perilaku, terutama pada masalah-masalah sensitif dan memecah belah. Perilaku harus sesuai dengan iman itu. Artinya iman harus tumbuh dari hubungan kepercayaan kepada Tuhan di dalam dan melalui Kristus dan mengekspresikan kepercayaan itu. Perilaku apa pun yang tidak muncul dari mengekspresikan kepercayaan itu adalah dosa. Alhasil dengan kesan imperatif, iman dan hukum iman menuntut keselarasan antara kepercayaan kepada Tuhan (di dalam dan melalui Kristus) dan proyeksinya di dalam perilaku.
Roh dan Hukum Roh
Untuk menanggapi etika ini, Paulus dengan kesan perintah menyolokan panggilan untuk “hidup di dalam Roh” (Rm 8). Pada pasal sebelum-sebelumnya, Paulus menuliskan tentang “hidup dalam hidup baru” (Rm 6:4), dengan harapan bahwa hidup baru menurut Roh menggerakan orang untuk melayani (Rm 7:6). Kemudian tema ini mendapatkan kesimpulan di dalam Galatia 5:16 “Hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan memuaskan keinginan daging.” Kedua ini menampilkan titik korelasi, baik Galatia maupun Roma, di dalam mereka yang hidupnya dipimpin oleh Roh. Melalui kalimat bersyarat Paulus menghubungkan dorongan dan kewajiban etika bahwa jika kita hidup oleh Roh maka kita juga mengikuti Roh (Gal 5:25). Jelas ini merupakan padanan langsung antara kepercayaan dan perbuatan yang merupakan para-etika (ukuran etis) dari perhatian keselamatan untuk menggenapai rumusan bahwa mereka memulai hidup dengan Roh hanya dapat disempurnakan oleh Roh. Maka itu, hidup manusia disebabkan oleh Roh dan akan memenuhi kepenuhannya hanya di dalam Roh.
Etika Roh Paulus memberi kesan mempertentangkan hukum Taurat, namun sebenarnya tidak demikian. Kita dapat memperhatikan bahwa secara keseluruhan dalam Perjanjian Lama hukum Taurat yang diwartakan para nabi condong pada puasa dan hari raya untuk melihat ketaatan yang memadai. Keseriusan hukum moral Israel tampak di sini tetapi dengan cara yang amat dangkal karena hanya melalui puasa dan hari raya umat Israel dinilai taat. Paulus mempertentangkan hal itu dan dengan lebih serius menyajikan cara baru bahwa hukum bukan hanya soal mendengarkan tetapi melakukan, hukum bukan saja soal panggilan untuk menyunat tetapi hukum adalah panggilan hati untuk sunat hati. Maksud dari sunat hati adalah bentuk penyucian hati, penanggalan kemauan daging dan kemauan hidup dalam pertobatan untuk hidup dalam Kristus.
Paulus memisahkan kehidupan di dunia dan kehidupan di surga. Menurutnya Taurat lebih efektif mengenai urasan dunia tetapi tidak membebaskan jiwa untuk bergarak leluasa menuju keselamatan. Itulah sebabnya Paulus dengan keberanian mengungkapkan bahwa kitalah yang bersunat, yang beribadah dalam Roh Allah, dan bergema dalam Kristus Yesus dan tidak menaruh percaya pada hal-hal lahiriah (Flp 3:3). Inti persoalan Paulus dalam hukum Roh bercorak harapan yang menjangkau dunia dan surga. Harapan hukum Roh itu tidak bersifat imperatif tetapi indikatif. Artinya, siapa pun yang hidup di dalam Roh sudah tentu meresapi Taurat yang membuka jalan kemauan untuk melakukan segala sesuatu seturut firman. Kehendak seperti ini merupakan kunci ketaatan efektif. Pada akhirnya, hukum Roh adalah kemauan yang mendorong diri untuk menghendaki cara hidup mengikuti jalan kebenaran Kristus.
Kristus dan Hukum Kristus
Pengertian mengenai Kristus dalam kerangka pembahasan ini mengarah pada Kristus sebagai model, motivator dan pemimpin iman Kristiani. Kenyataan diri Paulus adalah mengingat, menyinggung dan dipangaruh langsung melalui perjumpaan dan tradisi teologi Yesus. Bahwa secara berulang, dalam surat-surat Paulus, terpahat “di dalam Kristus” yang mengacu pada Kristus sebagai referensi, pengarah dan pokok harapan, yang secara implisit mendorong pembacanya untuk mengadopsi gagasan soteriologi Paulus untuk sikap dan tindakan tertentu. Penguraiannya ini bertujuan menggerakan pembaca agar menjadi serupa dengan Kristus atau “mengenakan Kristus” (Rm 13:14). Paulus melihat kombinasi antara hukum Taurat, iman dan Roh di dalam Kristus, yang menyata dalam seluruh karya-Nya, yang pada kita menjadi inspirasi, etos dan praktik hidup. Demikian Paulus pun mengulang cara Yesus dalam pewartaannya, misalnya dalam Roma 12:14 yang berhubungan dengan Matius 5:44. Paulus memang tidak tertarik pada kisah Yesus sebelum penderitaan, makanya ia terus memberatkan sisi kematian dan kebangkitan Kristus.
Yesus menekankan hukumnya adalah hukum kasih. Dengan cara yang sama Paulus menekankan untuk mengasihi sesama. Dalam Galatia 5: 13-14, Paulus menuliskan bahwa kasihilah sesamu manusia seperti dirimu sendiri supaya diantara mereka tidak bersitegang dan supaya mereka berjuang melawan dosa (Henry, 2015: 91-94). Kemudian dalam pasal selanjutnya (6:2) tertulis “saling menanggung beban dan dengan demikian kamu memenuhi hukum Kristus.” Pernyataan-penyataan di atas merujuk langsung pada hukum Kristus yang telak menolak untuk mengasihi diri sendiri. Penekakan yang berulang ini menjadi gema sadar dari ajaran Kristus yang berbunyi bahwa kasihlah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan kasihilah sesamamu dengan seperti dirimu sendiri.
Kesimpulanya, hukum Kristus yang diajarkan Paulus adalah perintah kasih. Maka hukum Kristus adalah cara untuk berbicara tentang perintah mengasihi sesama. Dengan penulisan seperti di atas Paulus tidak saja memikirkan ajaran Yesus tentang kasih tetapi juga tentang teladan Yesus sendiri dalam menjalankan perintah kasih. Temuan-temuan ini menegaskan kembali bahwa keduanya, baik Paulus dan Yesus, tidak mengabaikan hukum Taurat tetapi menggenapinya di dalam bentuk ajaran yang merangkum kehendak untuk bergerak ke arah keselamatan di dunia dan di surga.
Penutup
Seluruh tulisan ini mengulas cara hidup di dalam kasih dan Roh yang dijabarkan di dalam terang hukum yang sebenarnya mau dikatakan ialah cara-cara etis kristiani. Baik di dalam hukum, hukum iman, hukum Roh dan Kristus menampilkan pola kesesuaian tanpa menolak satu sama lain. Selanjutnya, semua hukum ini terpusat pada Kristus, objek iman, pemimpin dan teladan iman itu sendiri. Paulus bersumber dari Kristus dengan menggabungkan hukum Taurat dan rasionalisasi filsafatnya secara analisis reflektif, metodis dan sistematis untuk kemudian membakukannya di dalam prinsip etis dalam pengajarannya. Walaupun dalam makna tertentu, Paulus juga menegaskan keberadaan otoritasnya sebagai rasul tetapi toh dalam kajian di atas temaktub korelasi yang sehakekat dan setujuan.
Daftar Pustaka
Dunn, G. D. James. 1998. The Theology of Paul the Apostle. Erdmand. Grand Rapids.
Henry, M. 2015. Tafsiran Surat Roma, 1 & 2 Korintus. Surabaya. Momentum.
________2015. Tafsiran Galatia sampai Filemon. Surabaya. Momentum.
Alkitab Deuterokanonika, Lembaga Biblika Indonesia & Lembaga Alkitab Indonesia.