NABIRE, JELATANEWSPAPUA.COM – Mahasiswa asal Kabupaten Puncak se-Indonesia menyampaikan klarifikasi dan permohonan maaf terkait pernyataan “mosi tidak percaya terhadap pemerintah dan Lembaga DPRD” yang sempat disampaikan dalam rilis pers pada 21 Mei 2025 lalu.
Pernyataan tersebut sempat memicu ketegangan antara mahasiswa, pemerintah daerah, dan lembaga DPRD. Bahkan sempat muncul ancaman penghentian beasiswa terhadap mahasiswa terkait.
Sebagai bentuk tanggung jawab dan untuk membahas sejumlah agenda penanganan pengungsi, Lembaga DPRK Kabupaten Puncak mengeluarkan surat undangan resmi kepada para mahasiswa untuk hadir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Rabu, 11 Juni 2025. RDP tersebut berlangsung secara terbuka dan dihadiri oleh sejumlah anggota DPRK, termasuk Ketua DPRK Tomas Tabuni, S.IP, Ketua Pansus, Ketua Komisi I, serta Sekretaris Dewan (Sekwan).
Dalam rapat tersebut, Dei Murib, Ketua Tim Penanganan Pengungsi, menjelaskan bahwa kritik yang disampaikan sebelumnya bukan tanpa dasar. Ia menyoroti situasi para pengungsi di wilayah Sinak, khususnya kondisi orang tua yang dinilai sangat memprihatinkan.
“Kami sudah dua kali melakukan aksi di kantor DPRP, namun hingga kini tidak ada tindakan nyata dari DPRD maupun pemerintah untuk menyelamatkan orang tua kami yang menjadi pengungsi,” ujar Dei.
Senada dengan itu, Mis Murib, selaku Ketua Tim Investigasi, menegaskan bahwa kritik yang disampaikan mahasiswa bukanlah serangan pribadi, melainkan ditujukan kepada fungsi dan kinerja lembaga.
“Kritik kami bukan ditujukan kepada individu di pemerintahan atau lembaga DPRD yang baru dilantik. Kritik kami tujukan kepada mereka yang pernah menjabat namun hingga kini belum menyelesaikan persoalan kemanusiaan yang kami perjuangkan sejak tahun 2022 hingga 2024,” tegas Mis.
Ia menambahkan, mahasiswa hanya ingin lembaga pemerintah bersikap lebih tanggap terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM, terutama yang menimpa rakyat di kampung halaman mereka sendiri.
Sementara itu, Prio Wakerkwa, Ketua KMPP se-Jayapura, juga menyampaikan permohonan maaf secara terbuka atas pernyataan yang dinilai menyinggung perasaan.
“Kami sempat mendapat informasi bahwa DPRD turun ke Sinak tanpa melakukan pengambilan data untuk menindaklanjuti penarikan pasukan TNI. Hal ini membuat kami berpikir bahwa DPRD tidak serius dalam menangani persoalan pengungsi,” jelasnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPRK Puncak, Tomas Tabuni, S.IP, mengimbau mahasiswa agar lebih hati-hati dalam menyampaikan kritik.
“Usia kami baru tiga bulan sejak pelantikan. Jadi, kritik yang disampaikan oleh adik-adik mahasiswa itu sebenarnya salah sasaran,” ungkapnya.
Namun demikian, Tomas menyambut baik klarifikasi yang disampaikan dan menyatakan telah memaafkan mahasiswa. Ia juga menegaskan pentingnya komunikasi yang terbuka dan sehat antara lembaga dan masyarakat.
Setelah klarifikasi tersebut, mahasiswa secara resmi mencabut pernyataan “mosi tidak percaya” dan menyampaikan apresiasi kepada DPRK karena telah memberi ruang dialog melalui RDP.
Kesalahpahaman ini dinilai sebagai akibat dari miskomunikasi antara mahasiswa, DPRK, dan pemerintah,sehingga semua pihak sepakat untuk membangun komunikasi yang lebih baik ke depannya demi penyelesaian persoalan pengungsi dan hak-hak dasar masyarakat.