JAYAPURA, JELATANEWSPAPUA.COM – Dewan Gereja Papua bersama Pusat Studi HAM, Sosial, dan Pastoral Sekolah Tinggi Teologi Walter Post Jayapura (STT-WPJ) mengeluarkan seruan resmi terkait pelaksanaan Natal 2025 di Tanah Papua. Mereka meminta gereja-gereja mengutamakan solidaritas bagi lebih dari 103.218 pengungsi internal Papua yang hidup tanpa perlindungan memadai akibat konflik dan operasi keamanan.
Dalam pernyataan tersebut, disampaikan pada Selasa (2/12/2025), di Jayapura, Gereja menegaskan bahwa keprihatinan serupa bahkan telah menjadi perhatian internasional melalui berbagai laporan lembaga HAM global.
“Papua Tidak Baik-baik Saja”
Dewan Gereja Papua menyampaikan bahwa kondisi para pengungsi sangat memprihatinkan. Mayoritas mengungsi ke hutan tanpa tenda, tanpa makanan layak, dan tanpa layanan kesehatan, sementara perempuan dan anak-anak berada dalam kondisi rentan terhadap penyakit dan kelaparan.
Mereka juga menyinggung kasus tragis Ibu Sokoy dan bayinya yang meninggal setelah ditolak empat rumah sakit di Jayapura sebagai bentuk ketidakadilan struktural yang masih terjadi terhadap masyarakat Papua.
“Dua realitas ini menampar kesadaran kita. Gereja tidak boleh terus hidup dalam dunia yang nyaman, sementara sebagian umat hidup dalam penderitaan,” ujar Moderator Dewan Gereja Papua, Pdt. Dr. Benny Giay.
Hasil Festival Literasi & Resiliensi 2025 Jadi Pemicu Seruan
Seruan ini lahir setelah kegiatan Festival Literasi & Resiliensi yang berlangsung 19–21 November 2025. Kegiatan tersebut memperlihatkan kreativitas generasi muda Papua, sekaligus membuka mata akan situasi kemanusiaan yang semakin memburuk di wilayah konflik.
Dewan Gereja Papua dan STTWPJ menyerukan langkah konkret sebagai berikut:
- Merayakan Natal secara sederhana, fokus pada ibadah di gereja dan keluarga,
- Mengalihkan anggaran perayaan untuk kebutuhan dasar pengungsi,
- Mengurangi dekorasi dan hadiah Natal, serta membatasi acara seremonial,
- Mendesak Pemda membatalkan perayaan besar-besaran dan mengalihkan anggaran untuk kemanusiaan,
- Mendorong aksi solidaritas jemaat seperti Ebamukai (alas tikar) atau penggalangan dana,.Bantuan Pemda kepada gereja diprioritaskan untuk pengungsi
Pesan ini dipertegas dengan kutipan Alkitab,
Matius 25:43: “Ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan”. Yang menggarisbawahi seruan empati dan keberpihakan terhadap yang menderita.
Gereja Diminta Hadir di Tengah Penderitaan
Dewan Gereja menegaskan bahwa Natal harus menjadi momen kehadiran gereja di antara umat yang sedang mengalami krisis.
“Kita tidak tahu kapan penderitaan para pengungsi ini berakhir. Tapi kita tahu satu hal: Gereja dipanggil untuk hadir dan menyapa Tuhan yang hadir di antara mereka,” tutup Pdt. Benny Giay.