NABIRE, JELATANEWSPAPUA.COM – Masyarakat adat di Siriwo, Mapia, Piyaiye, Topo, dan Wanggar atau Simapitowa dengan tegas menolak wacana pembangunan Koramil di jalan Trans Papua Tengah Km 64.
Sikap Penolakan ini disampaikan melalui surat tertulis yang diterima awak media ini pada senin 8 Januari 2025. Dalam keterangan yang diterima awak media ini menegaskan, Rencana pembangunan Koramil di KM 64 bertentangan dengan hak ulayat mereka yang dijamin oleh undang-undang Negara Republik Indonesia.
Penolakan ini didasarkan pada Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang menjamin pengakuan terhadap masyarakat adat beserta hak-haknya, serta Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Pasal 70 ayat (1) dan (2), yang mengatur pengelolaan sumber daya alam dan wilayah adat.
Salah satu tokoh Masyarakat adat di Dipa, Liborius Madai menyatakan wilayah adatnya terjaga dengan baik sebelum adanya pos militer yang sedang direncanakan.
Madai menegaskan bahwa lokasi Km 64 tidak tepat untuk membangun kantor Koramil dan meminta agar pembangunan tersebut dilakukan di pusat pemerintahan Distrik Dipa yang lebih mudah diakses oleh masyarakat.
“Lokasi yang tepat adalah di pusat pemerintahan Distrik Dipa, bukan di Km 64. Wilayah ini merupakan bagian dari hak ulayat kami yang memiliki nilai penting secara adat dan harus dihormati,” tegas Liborius, salah satu tokoh adat, dalam keterangan resminya kepada redaksi tomei, Minggu, (08/25).
Penolakan ini disampaikan secara resmi oleh perwakilan masyarakat adat, termasuk tokoh adat, tokoh agama, pemuda, dan perempuan dari seluruh dusun di Distrik Dipa. Dalam surat tersebut, mereka meminta pemerintah dan Kodim 1705/Nabire untuk menghormati hak ulayat mereka dan mengkaji ulang rencana pembangunan ini.
“Kami tidak mengizinkan pembangunan kantor di Km 64. Jika pembangunan ini merupakan program pemerintah, kami meminta agar dilakukan di pusat pemerintahan Distrik Dipa,” ujar Madai sambungnya.
Masyarakat adat Distrik Dipa berharap pemerintah dan pihak terkait dapat mempertimbangkan aspirasi mereka dan memastikan bahwa setiap pembangunan dilakukan dengan menghormati hak-hak masyarakat adat.
Mereka juga menekankan pentingnya dialog terbuka untuk menjaga harmoni dan keadilan di wilayah tersebut.
Hingga berita ditertibkan, belum ada tanggapan resmi dari pemerintah distrik maupun Kodim 1705/Nabire terkait pernyataan sikap masyarakat adat ini. [*]