WAMENA, JELATANEWSPAPUA.COM – Momentum peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 tahun, yang seharusnya menjadi hari penuh suka cita bagi seluruh rakyat Indonesia, justru diwarnai dengan duka mendalam bagi masyarakat Papua. Tiga pelajar menjadi korban penembakan aparat militer di Kabupaten Dogiyai, Papua Tengah, pada 10 Agustus 2025.
Dalam insiden tersebut, tiga anak di bawah umur ditembak saat aparat melakukan operasi. Dua korban, Yuvensius Degei (14), dan Edion Tebai (14) mengalami luka tembak serius di bagian punggung, sementara Martinus Tebai (14) meninggal dunia di lokasi akibat luka tembak di bagian paha yang tembus hingga kemaluan.
Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP), dan Ketua Forum Pemberantasan Miras dan Narkoba Provinsi Papua Pegunungan, Theo Hesegem, menilai tindakan aparat militer tersebut tidak profesional dan telah menodai peringatan Hari Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia.
“Aparat TNI salah gunakan senjata dan bertindak sangat tidak profesional di Papua. Mereka ditugaskan negara untuk menghadapi TPNPB, bukan menembak anak-anak atau masyarakat sipil. Penembakan ini adalah kegagalan Presiden Prabowo Subianto dalam melindungi rakyat Papua sebagai bagian dari warga negara,” tegas Hesegem dalam keterangan pers, Minggu (17/8/2025).
Aksi Balasan TPNPB
Sehari setelah insiden itu, pada 11 Agustus 2025, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Kodap XI Odiyai Dogiyai mengumumkan aksi balasan. Seorang warga yang dicurigai sebagai intelijen militer Indonesia diserang dengan panah hingga mengalami luka di bagian bahu.
Melalui siaran pers yang diterima redaksi, juru bicara TPNPB OPM, Sebby Sambom, menyatakan pihaknya bertanggung jawab atas aksi tersebut.
“Eksekusi terhadap intelejen Indonesia di Idakebo merupakan serangan balasan atas penembakan tiga pelajar di Dogiyai. Kami menghimbau agar aparat militer Indonesia menghentikan penembakan terhadap warga sipil. Jika tidak, maka rakyat Papua wajib membela diri,” tulis TPNPB dalam pernyataannya, Selasa (12/8).
Pernyataan itu ditegaskan oleh jajaran pimpinan TPNPB-OPM, termasuk Jenderal Goliat Tabuni selaku Panglima Tinggi, dan Letjen Melkisedek Awom, sebagai Wakil Panglima.
Presiden Diminta Bertanggung Jawab
Menurut Hesegem, penembakan terhadap anak-anak di Dogiyai merupakan tanggung jawab Presiden Prabowo Subianto sebagai Panglima Tertinggi TNI. Ia menilai pemerintah telah gagal melindungi masyarakat sipil Papua.
“Tindakan aparat TNI ini adalah bukti kegagalan negara dalam menjalankan tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Nyatanya, anak-anak Papua justru menjadi korban di hari kemerdekaan,” ujarnya.
Tho Hesegem menjelaskan peristiwa ini kembali menunjukkan rentannya situasi keamanan di Papua, terutama ketika pendekatan militer lebih diutamakan dibandingkan dialog.
“Peringatan HUT RI ke-80 yang seharusnya menjadi momen kebangsaan, justru meninggalkan luka mendalam bagi keluarga korban dan masyarakat Papua secara keseluruhan,” jelasnya.
YKKMP juga menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah, di antaranya:
1. Presiden Prabowo Subianto bertanggung jawab atas penembakan anak-anak di Dogiyai dan atas korban yang timbul akibat aksi balasan TPNPB.
2. Pemerintah segera mengundang Komisi HAM PBB dan wartawan internasional untuk memantau situasi Papua.
3. Presiden dan Wakil Presiden membuka diri untuk dialog damai yang difasilitasi pihak ketiga melalui mekanisme internasional.
4. Pelaku penembakan terhadap anak-anak segera diproses hukum sesuai aturan yang berlaku di Indonesia.