Prolog
Secara pribadi saya ingin mengungkapkan refleksi kritis atas kenyataan hidup sosial , yang saat ini terjadi di Kabupaten Dogiyai. Sebelum menjadi Kabupaten Dogiyai, dikenal dimana-mana diseluruh tanah Papua maupun luar Papua. Dikenal karena hasil kopi yang melimpa dan pendidikan, terutama sekolah P5 dan SMP YPPK St. Fransiskus. Output dari dua sekolah ini sekarang banyak orang Papua lebih khusus meuwodide menjadi orang hebat dan pintar dimana-mana, baik mengelola tanah maupun pengabdian pada masyarakat. Bagian ini penulis berikan proficiat yang mendalam para guru tua dan mudah yang mempertahnakannya sampai saat ini. Kita tak bisa pungkiri bahwa hidup itu ada waktunya untuk maju dan mundur. Perkembangan dunia yang terus berlanjut dan berubah ini, kabupaten dogiyai juga mengikuti perkembangan zaman.
Derasnya gelombang modernisasi ini hadirlah kabupaten dogiyai dengan tujuan lebih maju dan lain sebagainya. Jika melirik situasi kabupaten saat ini dikenal dengan daerah “merah”, mengapa demikian? Karena kejahatan kemanusiaan yang meraja antara TNI/POLRI dan masyarakat sipil. Realitas ini jika dibiarkan dan menjadikannya “biasa-bisa saja” maka potensi untuk konflik tentu ada, maka perlu ada dialog internal kabupaten yang melibatkan pihak pemerintah daerah, tokoh agama, TNI/POLRI, tokoh masyarakat, tokoh pemudah, TPNPB/POM, KNPB, tokoh perempuan, dewan adat. Mesti duduk bersama dan bicara supaya menemukan solusi. Di segalah aspek kehidupan selalu ada badai dan angin yang baik maupun yang jahat. Setiap saat ada masalah “selalu” ada pihak yang merasa diuntungkan dan juga dirugikan, dan persis disitu niat yang kita tak bisa bayangkan entah baik atau buruk selalu ada, dan akibatnya korban entah nyawa atau falisitas umum.
Menata Dogiyai Dou Enaa
Tanah dogiyai dan Papua pada umumnya adalah tanah konflik dan kekerasan sejak 1961 dalam genggaman kolonial Indonesia. Ribuan nyawa sudah korban. Praktek kebiadaban negara Indonesia melalui antek-anteknya TNI/POLRI dan BIN/BAIS terus melancarkan operasi sadar dalam bawa tanah terus lanjut hingga kini. Dengan penuh kesadaran yang tinggi sebagai manusia yang bermartabat masyarakat dogiyai menuntut keadilan melalui demonstrasi damai. Konteks kabupaten dogiyai saat ini saya melihat dogiyai “Doupeuu” bukan Dou Enautoo”. Tidak menutup kemungkinan bahwa untuk menjadikan dogiyai dou enaa tentu pihak pemerintah dan masyarakat sudah berusaha itu pasti. Tetapi saya melihat masi belum menyeluruh. Orang lain katakan dogiyai “peutoo ide” tetapi penulis berkeyakinan hal ini dalam konteks kebaikan dan juga keburukan. Baik jika itu mendatangkan keselamatan dan buruk jika mendatangkan kematian.
Kita semua punya mimpi bersama yakni memperluas misi keselmatan menuju Dogiyai Dou Enaa. Cara-cara apakah yang mesti kita ambil untuk mewujudkannya? Ya, dengan jalan damai yakni punya niat bahwa saya anak negeri dogiyai bukan dari temapt lain. Sebab itu saya berdiri diatas tanah sendiri untuk merdeka secara bebas. Kita bisa menentukan hidup kita bukan dari orang lain. Dogiyai itu surga, kita bisa lihat dari karya Allah melalui ciptaan-Nya. Kita punya harga diri seperti orang lain dimuka bumi. Bagian ini penting untuk menyadari bersama tugas dan panggilan untuk berkarya menuju Kabupaten Dogiyai Dou Enaa, untuk kebebasan yang abadi. Saat ini Kabupaten Dogiyai menurut hemat penulis ada banyak sastrawan dan intelektual, yang mulai berkecimpung dalam dunia menulis dan corong suara rakyat demi kebaikan bersama. Kabupaten ini miliki banyak orang pintar yang hebat, hidupnya sederhana. Dalam kesederhanaan itu melahirkan ide-ide cemerlang bagi bangsa Papua, Indonesia dan lebih khusus meuwodide, Dogiyai.
Menjadikan Kabupaten Dogiyai Dou Enaa memang tidak muda, mesti membutuhkan tenaga dan waktu. Zaman dahulu orangtua, mereka sangat hebat baik pendidikan lisan mapun formal. Mereka berusaha mendidik kita dan sekarang kita banyak orang pintar. Penulis melihat realitas terkini, kepintaran kita “dimainkan oleh pihak TNI/POLRI melalui BIN/BAIS”, MENGAPA hal terjadi? Karena kesadaran masyarakat yang menuntut keadilan dan kedamaian sangat kuat dberbanding terbalik dengan Kabupaten lain saat ini. Maka itu penulis mengajak untuk memperkuat pendidikan dengan memanggil kembali para guru yang mengungsi dan tinggalkan sekolah, seperti SMP YPPK St. Fransiskus, yang beberapa guru hebat tinggalkan tempat mengajar dan lain sebagainya, melalui dinas pendidikan. Menjadi manusia yang hebat tentu melalui pendidikan, melalui ini kita melawan gencatan senjata yang mengakibatkan korban manusia, alam maupun fasilitas umum. Kita dituntut untuk bekerjasama membangun kembali tanah tercinta ini dengan sikap kerendahan hati.
Konflik dan Kekerasan di Dogiyai perlu ada dialog internal Kabupaten
Penulis melihat dari jauh, walau tidak tinggal di Dogiyai saat ini, bahwa saat ini tidak aman. Para aktivis kemanusiaan bersama rakyat atau masyarakat dogiyai menuntut keadilan dan perdamaian bagi negeri dogiyai dan Papua. Tragedi ketidakadilan terus lanjut hingga kini antara orang asli dan pendatang. Konflik dan kekerasan hingga kini tak kunjung selesai. Pada tulisan bagian ini penulis mengangkat dua kasus kemanusiaan yang terjadi di Dogiyai. Pada tanggal, selasa 6 Mei 2025 dini hari di perumahan pemda milik dr. Daniel Velumangkum, kampung Ikebo, Distrik Kamuu terjadi penikaman oleh Orang Tak Kenal (OTK) yang bernama Josep Agus Lepa, ditemukan luka robek sekitar 5 cm, yang berbentuk Y pada kepala bagian pelipis kanan, luka robek pada kepala bagian belakang sekitar 7 cm, tangan kanan bagian jempol putus dan, terdapat lebam pada bagian wajah ( 6 mei 2025-antarpapua,com). Pada tanggal tanggal 5 Mei 2025 warga sipil dogiyai jadi korban akibat Orang Tak Kenal (OTK) melempar batu k epos Polisi (24 mei 2025, jelatanewspapua.com). Pada peristiwa ini, gabungan TNI/POLRI melakukan aksi balik penyerangan secara brutal dikampung Kimupugi. Saat itu beberapa warga sipil yang kena tembakan dengan peluruh senjata api adalah;
Marten Tebai (12) kena peluru tima di betis
Pios Waine (15) kena peluru tima di dada
Nopentus Tebai (13) kena peluru di bagian telinga
Deserius Tebai (12) kena peluru di betis
Feri Tibakoto (16) kena peluru di bagian perut.
Tragedi kemanusiaan yang sebelumnya yang mengakibatkan fasilitas umum dan rumah warga terbakar serta kasus kemanusiaan lain, dan dua kasus ini, mau membuktikan bahwa Dogiyai sedang dalam keadaan darurat walau terlihat normal. Seorang Polisi yang bernama Kompol Mince Mayor membanta kasus kedua diatas yakni, penembakan warga sipil. Melalui media nabire.net pada jumat 23 Mei 2025 ia menegaskan tidak ada penembakan warga sipil, pada hal kenyataan dilapangan, TNI/POLRI melakukan aksi brutal hingga warga sipil terluka.
Epilog
Manusia adalah martabat yang paling mulia dihadapan Tuhan maupun sesama. Saling menerima satusama lain adalah bagian dari dinamika kehidupan. Orang asli Papua (Dogiyai) dan pendatang (Indonesia) adalah sama-sama manusia. Maka itu penulis berpikir amat sangat baik jika membuka ruang dialog internal secara keseluruhan. Melibatkan semua pihak yang bertikai. Sikap saling menjajah, dijajah, harus dihentikan, menuju Dogiyai Dou Enaa yang merdeka.
Sebab itu perlu ada dialog internal Kabupaten Dogiyai yang melibatkan semua pihak dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dari negara lain. Penulis yakin dan percaya pemerintahan kalau pemerintahan saat ini membuka ruang dialog. Bagian ini sangat diperlukan adanya keterlibatan para kaum intelektual independent yang bisa menjembatangi semua pihak. Ada beberapa stagment yang penulis ingin sampaikan;
TNI/POLRI, mohon hentikan aksi brutal terhadap warga sipil Dogiyai
Segera berikan penjelasan atas PENCABUTAN berita kapolres Dogiyai terkait, Kapolres Dogiyai Mince Mayor Menegaskan Tidak Ada Penembakan warga sipil pada jumat 23 Mei 2025.
Dogiyai bukan tanah kosong, TNI/POLRI stop memancing warga sipil untuk melakukan aksi.
Kedepan TNI/POLRI yang ada Dogiyai, jika warga sipil melakukan demonstrasi damai, tidak perlu melakukan aksi brutal. Harus hargai kebebasan berekpresi. Negara ini Negara Hukum.
Proficiat untuk aktivis kemanusiaan yang ada di Dogiyai yang selalu berdiri bersama rakyat.
Mohon pihak Pemerintah Indonesia membuka ruang dialog internal Kabupaten dengan semua pihak.
Penulis Adalah: Sebedeus Mote (Relawan Jaringan Damai-Papua, JDP)