Laporan Yones Waine, Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Dogiyai
Untuk memastikan kebenaran adanya pendulangan emas ilegal di Kampung Wakiya, Wakil Ketua II DPRD Kab. Dogiyai, Yones Waine menegaskan pihaknya telah melihat dan mengamati secara langsung di lapangan. Dari pengamatannya, banyak persoalan terjadi di sana. Salah satunya adalah pengrusakan lingkungan hidup.
Baca Juga: Pj Gubernur PPT Diminta Segera Fasilitasi Masalah Tapal Batas dan Perusahaan Ilegal di Wakiya
Pengrusakan lingkungan hidup ini disebabkan oleh dua PT tambang emas yang berbeda dengan alat beratnya yang membongkor hutan (satu dari Kepala Desa Wakiya bersuku bangsa Kei dan satunya lagi dari Kepala suku Wakiya bersuku Kamoro). Dalam pengambilan emaspun persaingan yang sangat tinggi terjadi antara kedua kepala usaha tambang emas tersebut. Kepala desa memiliki alat berat eksapator 3 unit dan kepala suku juga memiliki 3 unit eksapator. Tapi sayangnya, PT itu tidak memiliki surat ijin masuk tambang Emas. Jadi boleh dikatakan ilegal.
Baca Juga: Soal Pendulangan Emas dan Tapal Batas Kapiraya, DPRD Dogiyai Ketemu Pemprov Papua Tengah
Kehadiran kedua PT tambang emas ini mengorbankan banyak hal diantaranya, Sumber Daya Alam, Pengrusakan Lingkungan Hidup, pendapatan hidup sehari-hari hak ulayat tanah suku Kamoro dan suku Mee, kekerabatan suku Kamoro dan suku Mee, kemudian korbankan generasi muda saudara/i kita suku Kamoro karena anak-anak umur 6-7-8 tahun juga ikut terlibat di tempat pendulangan, sehingga mereka lupa pergi ke sekolah dan putus sekolah.
Baca Juga: MYD Digelar 3 Hari sebagai Tindak Lanjut KYD
Hal ini apabila ada intelektual dan ASN dari suku Kamoro perlu angkat bicara mengutamakan generasi muda suku Kamoro, jangan diam hanya karena PT dan harta kekayaannya. Sayang sekali Generasi muda suku Kamoro 100 tahun kedepan. Kedua PT tersebut masuk mengatasnamakan masyarakat Kampung Wakiya suku Kamoro, tetapi hasil tambangnya tidak dinikmati oleh masyarakat pemilik hak ulayat tanah.
Baca Juga: Perusahaan Ilegal di Kampung Wakiya, Diduga ada Keterlibatan Oknum Desa dan Kepala Suku
Kehadiran kedua PT tambang emas tersebut sangat merugikan masyarakat suku Kamoro dan suku Mee, sebab ongkos mobil dari rumah ke tempat pendulangan dan sebaliknya bagi masyarakat pemilik hak ulayat tanah diminta emas 3 gram oleh pihak PT.
Selain itu masyarakat pemilik hak ulayat yang berdulang di sana dihadapkan dengan harga barang yang sangat mahal. Beras 1 KG Rp. 100 ribu, WiFi 1 jam Rp.100 ribu, supermi 1 bungkus Rp. 50 ribu.
Baca Juga: Hari Ke-5 KYD, Menggali Potensi Orang Muda Katolik melalui Lomba Outdoor
Ketika pemilik hak ulayat tanah mau dulang, hasil dulang pertama diwajibkan satu mangkok penuh kasih ke Bos PT tambang Emas, setelahnya baru masyarakat bebas dulang ampas-ampas dari bekas pendulangan alat berat. Kalau masyarakat pemilik hak ulayat tanah tidak ikuti maunya bos PT tambang, maka diusir dan dipulangkan Dari areal pendulangan.
Baca Juga: Merawat Pendidikan Menangkan Kehidupan
Maka dengan adanya penyiksaan terhadap masyarakat pemilik hak ulayat tanah (suku Kamoro dan suku Mee) oleh kehadiran PT ZOOMLION Indonesia Heavy industry, saya atasnama Yones Waine, Wakil Ketua II DPRD Kab. Dogiyai sekaligus anak adat asli dari KAPIRAYA dengan tegas menyampaikan segera hentikan pendulangan emas tersebut. Soal penyelesaian masalah tapal batas antara Kab. Dogiyai, Deiyai, Mimika itu kewenangan penuh ada di pemerintah provinsi Papua Tengah, sehingga dalam waktu yang tidak ditentukan akan diselesaikan dari Pemprov. Papua Tengah.
Nabire, 6 Juli 2024