MAKASAR, JELATANEWSPAPUA.COM — Bentuk-bentuk teror dan intimidasi terhadap mahasiswa asal Papua di Kota Studi Makassar, Sulawesi Selatan, kembali terjadi. Kali ini, tekanan tersebut datang dalam bentuk propaganda dan penggiringan opini yang dimainkan oleh sejumlah kelompok organisasi masyarakat (ormas) reaksioner terhadap organisasi mahasiswa Papua di kota tersebut.
Aksi-aksi yang dilakukan oleh kelompok tak dikenal ini disebut telah mengganggu ketenangan, kenyamanan, dan keamanan mahasiswa Papua dalam menjalankan aktivitas belajar dan kehidupan kampus. Mahasiswa menilai pola-pola ini merupakan cara lama, yang terus dilanggengkan dari masa ke masa, dan kini kembali terjadi di ruang-ruang hidup mahasiswa Papua di tanah rantau.
“Hari ini di Makassar, propaganda murahan sedang dimainkan terhadap organisasi-organisasi mahasiswa Papua. Kami tahu pola ini. Ini bukan hal baru. Ini adalah cara-cara kuno yang digunakan sejak dulu untuk membungkam mahasiswa Papua di kota studi,” ujar Nisman Wanimbo Ketua 1 KNPB Konsulat dalam pernyataan sikapnya yang diterima jelatanewspapua.com, selasa (15/07).
Wanimbo menegaskan bahwa mereka hadir di Makassar bukan sebagai pelaku kerusuhan atau kelompok liar, melainkan sebagai pelajar, kaum terpelajar, dan bagian dari komunitas akademik nasional. Mereka datang dengan tujuan jelas: menempuh pendidikan demi masa depan dan berkontribusi bagi tanah air dan bangsa.
“Kami bukan orang biasa. Kami bukan pendatang yang mencari hiburan atau mencari makan di kota ini. Kami adalah mahasiswa Papua Barat. Kami pelajar, kami berintelektual, dan kami datang untuk belajar,” tegasnya.
Menurut Wanimbo, upaya-upaya sistematis untuk membungkam organisasi mahasiswa Papua tidak hanya melukai hak-hak sipil sebagai warga negara, tetapi juga mencederai prinsip demokrasi dan kebebasan berpendapat yang dijamin dalam konstitusi.
Mereka pun meminta semua pihak, termasuk Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, aparat penegak hukum, lembaga HAM, kampus-kampus tempat mereka menuntut ilmu, serta masyarakat sipil, untuk turut memantau, melindungi, dan menjamin ruang aman bagi mahasiswa Papua di Kota Makassar.
“Kami menyerukan kepada semua pihak untuk membuka mata dan memantau kondisi kami di Makassar. Berikan kami ruang yang adil dan aman untuk belajar. Hentikan stigma, hentikan penggiringan opini sesat yang menyebut kami sebagai ancaman. Kami bukan ancaman. Kami adalah korban dari sistem yang tak pernah adil kepada kami,” ungkapnya.
Mahasiswa juga memperingatkan bahwa jika tindakan-tindakan teror terhadap mereka terus dilakukan, maka mereka siap menggelar aksi besar-besaran di kota Makassar sebagai bentuk perlawanan terhadap perlakuan yang mereka sebut sebagai tindakan represif yang berulang-ulang dilakukan oleh kelompok tertentu.
“Jika ini terus dibiarkan, maka kami tidak akan tinggal diam. Kami akan berkonsolidasi dan menyatakan sikap terbuka kepada publik melalui aksi-aksi massa yang besar. Kami tidak akan diam ketika hak hidup dan belajar kami diinjak-injak atas nama keamanan semu,” ujar seorang koordinator aksi yang meminta namanya tidak disebutkan karena alasan keamanan.
Mahasiswa juga menyesalkan lemahnya penanganan dari pihak berwenang yang kerap kali membiarkan teror tersebut terjadi tanpa proses hukum yang jelas. Bahkan, dalam banyak kasus, para pelaku tidak diketahui identitasnya dan hanya disebut sebagai “orang tak dikenal” (OTK), sebuah istilah yang mereka nilai telah menjadi senjata untuk melegitimasi tindakan kekerasan terhadap mahasiswa Papua.
“Kami sudah sangat sering melihat dan mendengar sebutan OTK. Tapi kami tahu, ini bukan orang asing bagi mereka yang berkuasa. Ini bagian dari sistem yang bekerja dalam diam. Dan kami tidak ingin hidup dalam ketakutan yang terus-menerus,” tegas mereka.
Di akhir pernyataan, para mahasiswa menyatakan bahwa mereka tidak ingin membalas teror dengan teror. Namun mereka juga tidak akan menyerahkan martabat dan keselamatan mereka kepada kekuasaan yang tidak berpihak. Mereka menyerukan solidaritas lintas kelompok untuk menjaga agar kota studi tetap menjadi tempat yang aman bagi seluruh anak bangsa.
“Ini pernyataan kami. Ini suara kami. Demi masa depan, demi martabat kami sebagai anak bangsa. Jangan ganggu kami. Jangan teror kami. Kami hanya ingin belajar. Demi Papua, demi Indonesia,” tutup pernyataan tersebut.