ILAGA, JELATANEWSPAPUA.COM – Kelompok bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) dari Kodap Ilaga mengancam akan menembak pesawat-pesawat sipil yang diduga terlibat dalam aktivitas pendoropan pasukan militer ke wilayah konflik di Papua. Ancaman ini disampaikan langsung oleh Brigadir Jenderal Peni Murib, Panglima Kodap Ilaga, melalui laporan resmi yang diteruskan oleh Manajemen Markas Pusat Komnas TPNPB pada Minggu,(15/06).
Dalam siaran persnya, TPNPB menyatakan bahwa mereka telah menetapkan beberapa pesawat sipil ke dalam Daftar Pencarian Operasi (DPO) karena diduga membantu mobilisasi aparat keamanan Indonesia ke kawasan yang dianggap sebagai zona perang.
Salah satu pesawat yang disebut secara spesifik adalah pesawat milik PT. Elang Nusantara Air dengan nomor penerbangan PK-ELM.
TPNPB menuding bahwa pada 7 Juni 2025 lalu, pesawat tersebut telah digunakan untuk membawa personel militer, termasuk pejabat tinggi negara seperti Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan III, serta Menteri Keuangan dan Menteri Pertahanan RI, menuju wilayah Nduga. Kelompok tersebut menilai tindakan itu melanggar hukum perang karena pesawat sipil tidak seharusnya digunakan dalam operasi militer.
Ancaman ini memicu kekhawatiran di tengah masyarakat, khususnya warga sipil yang bergantung pada modal transportasi udara untuk menjangkau wilayah-wilayah terpencil di Papua. Rute Nabire-Timika menuju Ilaga disebut sebagai jalur yang rawan dan diimbau agar warga sipil tidak melakukan perjalanan jika tidak mendesak.
Mayor Pilatus Waker, salah satu pimpinan lapangan TPNPB di Ilaga, turut menghimbau warga sipil untuk tidak menggunakan pesawat yang terindikasi membawa perlengkapan atau personel militer. Ia juga menegaskan bahwa pasukannya telah bersiaga penuh dan siap bertindak terhadap pesawat yang melanggar peringatan tersebut.
Lebih jauh, dalam siaran pers tersebut, Manajemen Pusat KOMNAS TPNPB menyerukan kepada seluruh anggotanya di wilayah pegunungan Papua untuk menghentikan pembangunan infrastruktur yang sedang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Jalan dari Nabire ke Ilaga yang saat ini telah mencapai kampung Wandae, Kabupaten Intan Jaya, disebut sebagai target penghadangan.
TPNPB menilai bahwa pembangunan jalan bukan bertujuan untuk meningkatkan akses dan kesejahteraan masyarakat Papua, melainkan sebagai jalur untuk mempermudah operasi militer dan eksploitasi sumber daya alam. Oleh karena itu, alat berat milik kontraktor yang membuka jalan tersebut diperintahkan untuk “dieksekusi”.
Dalam pernyataan itu pula, kelompok ini menegaskan bahwa semua aktivitas pembangunan yang didanai oleh pemerintah pusat dianggap sebagai bagian dari operasi intelijen militer. Maka, perusahaan-perusahaan yang tengah beroperasi di wilayah konflik dinilai sebagai target sah dalam pandangan mereka.
TPNPB juga meminta agar semua aparat keamanan yang terlibat dalam proyek pembangunan segera menghentikan aktivitasnya. Jika tidak, TPNPB menyatakan akan mengambil tindakan langsung di lapangan. Mereka mengklaim tindakan ini merupakan bagian dari perlawanan terhadap kolonialisme yang mereka tuduhkan kepada pemerintah Indonesia.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari TNI maupun Polri terkait ancaman yang dikeluarkan oleh TPNPB. Namun, sebelumnya aparat keamanan Indonesia menegaskan bahwa operasi militer di wilayah Papua dilakukan dengan tetap mengutamakan keselamatan warga sipil dan demi menjaga stabilitas keamanan.
Pemerintah Indonesia melalui beberapa kementerian juga menekankan bahwa pembangunan jalan di wilayah pegunungan Papua merupakan bagian dari strategi percepatan pembangunan dan integrasi kawasan yang selama ini terisolasi. Jalan trans Papua ditargetkan mampu membuka konektivitas antar daerah serta mendorong ekonomi lokal.
Namun, kelompok TPNPB menilai bahwa proyek-proyek strategis nasional di Papua tidak membawa keuntungan bagi masyarakat adat. Mereka bahkan mengklaim bahwa sebagian besar proyek justru meminggirkan penduduk lokal dan merusak ekosistem yang menjadi tumpuan hidup masyarakat adat.
Situasi keamanan di wilayah pegunungan tengah Papua dalam beberapa bulan terakhir terus memanas. Beberapa kali terjadi penembakan terhadap pesawat perintis serta penyanderaan pekerja sipil oleh kelompok bersenjata. Pemerintah terus menegaskan bahwa Papua adalah bagian sah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan segala bentuk kekerasan harus dihentikan.
Komnas HAM sebelumnya telah meminta semua pihak agar menahan diri dan mengedepankan pendekatan dialog dalam penyelesaian konflik di Papua. Aksi-aksi bersenjata yang melibatkan kelompok separatis dinilai justru memperparah penderitaan masyarakat sipil.
Sementara itu, siaran pers yang dikeluarkan oleh TPNPB juga memuat tanda tangan dari sejumlah petinggi organisasi tersebut, termasuk Jenderal Goliath Tabuni sebagai Panglima Tertinggi, Letnan Jenderal Melkisedek Awom sebagai Wakil Panglima, serta Mayor Jenderal Lekagak Telenggen dan Mayor Jenderal Terianus Satto.
Siaran tersebut ditutup oleh Sebby Sambom, juru bicara TPNPB, yang menyampaikan bahwa informasi ini diteruskan kepada publik dan semua pihak internasional yang mengikuti perkembangan situasi di Papua. Ia meminta dukungan solidaritas internasional untuk perjuangan mereka yang disebut sebagai “perjuangan pembebasan Papua Barat”.
Dalam situasi yang terus berkembang, aparat keamanan, maskapai penerbangan, dan warga sipil di wilayah pegunungan Papua diimbau tetap waspada dan mengikuti perkembangan dari otoritas resmi. Pemerintah pusat dan daerah diharapkan mampu meredam ketegangan dan memprioritaskan perlindungan warga sipil dari dampak konflik bersenjata yang terus berlangsung.