Oleh: Marius Goo S.S., M.Fil
Pengantar
Hidup itu lebih penting daripada makanan, dan tubuh lebih penting daripada pakaian (Luk 12:33). Artinya, orang makan untuk hidup dan bukan hidup untuk makan. Makan makanan yang menghidupkan, bukan makanan yang mematikan. Yesus mengajarkan supaya meminta makanan kepada Allah makanan secukupnya, sesuai kebutuhan (bdk., Mat 6:11). Setiap makanan yang diciptakan Allah untuk kesehatan dan kehidupan manusia; ketika makanan diracuni dengan tujuan mematikan (membunuh) orang lain, melanggar hukum (perintah) Allah (Kel 20:13; Ul 9:13). Siapa yang makan jangan menghina orang yang tidak makan, dan siapa yang tidak makan, jangan menghakimi orang yang makan, karena semua orang milik Allah. (bdk., Rm 14:3). Jangan mambangun niat jahat bagi orang lain dengan memasukan racun di dalam makan atau minuman untuk membunuh orang lain!
Makanan
Seperti dalam pembahasan sebelumnya bahwa manusia mempunyai tubuh, jiwa dan roh dan ketiga tubuh ini diberikan waktu yang tepat. Mereka yang memberikan makanan pada waktunya adalah hamba yang setia dan bijaksana (bdk., Rm 14:17). Makanan bagi tubuh fisik, jiwa dan rohani sebagai berikut:
Makanan Jasmani: Makanan adalah untuk perut dan perut untuk makanan: tetapi kedua-duanya akan dibinasakan Allah. Tetapi tubuh bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan, dan Tuhan untuk tubuh. Tubuh harus diberi makan dengan makanan dan minuman yang segar dan bergizi. Tugas setiap manusia adalah tidak menghakimi dan menghina tubuh dengan makan-makanan yang tidak bergisi atau minuman yang membuat tubuh hancur, apa lagi racun dan yang mematikan. Tubuh diciptakan oleh Allah dan tugas manusia adalah merawatnya dengan menjaga kesehatan, terutama makan makanan dan minunan yang dampak baik bagi tubuh. Makanan bagi tubuh jasmani adalah setiap makanan yang didapatkan dari alam, misalnya: petatas, singkong, sayuran, buah-buahan dan minuman yang bergizi dan memiliki vitamin.
Makanan Jiwa: makanan bagi jiwa adalah pengetahuan, pengertian atau pemahaman yang disimpan dalam hati dan pikiran manusia. “Inilah perjanjian yang akan Kuadakan dengan mereka waktu itu, Aku akan menaruh hukum-Ku di dalam hati mereka dan menuliskannya dalam akan budi mereka, maka Aku akan menjadi Allah Merka dan meraka akan menjadi umat-Ku.” (bdk., Ibr 8:10; 10:16). “Kasihilah Allahmu dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.” (Mat 22:37). Betapa pentingnya orang Kristiani mengimani Allah dengan kekuatan akal budi (fides et ratio). Kebijaksanaan adalah pengantar dalam pengetahuan Tuhan, dan memiliki setiap pekerjaan-Nya, (Keb 8:4). Untuk menumbuhkan tubuh jiwa, asupannya adalah membaca buku, atau mencari ilmu yang menginspirasi akal budi juga menumbuhkan rasa di hati.
Mananan Rohani: Mereka makan makanan rohani yang sama (Kor 10:3). Sebagaimana Yesus mengatakan, makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. (Yoh 4:34). Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya.” (Yoh6:27). Sedangkan asupan bagi tubuh roh adalah dengan mendengarkan firman Tuhan dan sekaligus melaksanakan firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari,
Baik tubuh fisik, tubuh jiwa maupun tubuh roh harus mendapatkan makanan secukupnya pada waktunya. Setiap orang Papua wajib menyadari akan tiga tubuh yang ada dalam setiap manusia ini. Untuk memberi makan kepada tubuh yang ada pada setiap manusia, butuh usaha, butuh kerja keras dan banting tulang. Menumbuhkan atau memberi makan bagi ketiga tubuh ini harus melalui makanan-makanan yang hal, makanan yang tidak tercemar oleh dosa atau racun.
Pentingnya Bekerja
Pertanyaan “Apakah yang harus kami perbuat, supaya kami mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah?” (Yoh 6:28), selalu menjadi relevan untuk hari ini bagi semua manusia di dunia dan terlebih khusus orang Papua dalam usaha (kerja) mengolah ciptaan Tuhan sebagai upaya partisipasi bersama Allah dalam menyempurnakan dunia.
Bagi manusia bekerja adalah kewajiban utama. Allah saja bekerja menciptakan dan menyempurnakan dunia sampai hari ini. “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga.” Yoh 5:17). Orang yang bekerja selalu memiliki makanan dan wajib mendapat makanan. “Kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak bekerja, janganlah ia makan.” (2Tes 3:10).
Bagi orang Kristiani, kerja adalah bagian terpenting dari inti iman. Iman tanpa perbuatan adalah mati. “Seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati.” (Yak 2:26). Atau “iman tanpa perbuatan adalah kosong.” (Yak 2:20). Iman menjadi sempurna karena perbuatan-perbuatan. (bdk., Yak 2:22). Iman itu harus berwujud, atau iman itu harus dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari. Sekecil apa pun perbuatan yang dilakukan bagi hidup, sangat berarti bagi kehidupan itu sendiri. Setiap waktu semestinya digunakan untuk bekerja.
Orang yang tidak tahu bekerja atau tidak pernah bekerja adalah mati atau mencari mati. Pada hakekatnya orang yang masih bisa bergerak, masih bernafas memburuhkan makan dan minum supada nafas tetap ada dalam hidungnya, atau tetap hidup. Orang yang tidak pernah bekerja tidak tahu bekerja sering menjadi benalu bagi sesama yang lain, bahkan sering korban karena membeli makanan yang beracun.
Isu Keracunan Makanan
Isu tentang makanan beracun, minuman beracun bukan lagi rahasia umum. Melalui media-media sosial hampir setiap hari diviralkan ada keracunan ini, keracunan itu, termasuk di atas tanah Papua ini, kalaupun belum secara medis membuktikan golongan bakteri racun yang dimaksudkan. Kematian Orang Asli Papua (OAP) sering dikaitkan dengan mati karena makan racun melalui makanan atau minuman yang dikonsumsi dari pedang. Isu selalu disebarkan. Namun upaya-upaya pencegahan dari orang Papua sendiri tidak dibangun: terutama kerja, supaya bisa makan dari hasil kerja dan keringat sendiri, untuk menghindari keracunan. Orang Papua sendiri sering tidak sadar dengan makanan dan minuman yang dikonsumsi, yang mengakibatkan atau menumbuhkan penyakit dalam tubuh. Sering makanan yang dikonsumsi menjadi racun bagi tubuh tanpa disadari. Sebaliknya, racun yang dihasilkan, dirangcang dan diciptakan sendiri secara tahu, mau dan sadar untuk membunuh orang lain adalah menjaduhkan diri dari Allah.
Pesan kepada umat di Efesus, “pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat”, (Ef 5:16), cocok untuk direnungkan rakyat atau umat Allah di Papua saat-saat ini. Untuk tidak terperangkap dalam kejahatan, orang Papua harus kerja: makan dan minum dari hasil kerja keras sendiri. Setiap pribadi dan keluarga-keluarga bekerja, mengolah makan dan minum sendiri di rumah masing-masing.
Kepada orang Papua diperingatkan untuk jangan menciptakan atau menghasilkan racun bagi sesama yang lain. Jangan memberi makan atau minum racun untuk membunuh sesama yang lain, karena entah menghasilkan racun atau memberikan racun, menjauhkan diri dari Allah. “Janganlah diantara kamu menghasilkan racun atau ipuh. Yang menghasilkan ipuh atau racun adalah berpaling menginggalkan Tuhan, Allah: pergi berbakti kepada allah-allah. (bdk., Ul 29:18).
Penutup
Manusia bekerja untuk makan dan manusia makan untuk hidup. Hubungan antara makan, kerja dan hidup tidak bisa saling meniadakan. Orang kerja pasti akan makan, orang makan pasti akan hidup dan orang hidup pasti akan kerja untuk makan. Bekerja untuk memberi makan tiga tubuh yang ada dalam setiap manusia, yakni tubuh fisik, jiwa dan roh. Tubuh fisik diciptakan oleh Allah dan di dalam tubuh manusia diberikan tubuh jiwa dan roh untuk membantu Allah dalam melestarikan atau menyempurnakan dunia. Orang yang tidak bertanggung jawab merusak dunia adalah orang yang secara tidak sadar telah membunuh jiwa dan rohnya. Apalagi tindakan membunuh dengan menciptakan racun bagi sesama, mereka menyembah allah-allah dunia dan menjauhkan diri dari Allah. Hindari racun dengan bekerja dan makan dari hasil keringat sendiri. Jangan takut kepada mereka yang hanya dapat membunuh tubuh, tapi tidak sanggup membunuh jiwa dan rohmu (bdk., Mat 10:28).
Penulis adalah Dosen STK “Touye Paapaa” Deiyai, Keuskupan Timika