Oleh: Marius Goo, S.s., M.Fil
Pengantar
Mereka yang telah menjadi pondasi Gereja dan bangsa patut diapresiasi, sekaligus dijadikan sebagai model atau teladan untuk memperbaharui dunia. Dunia dewasa ini, butuh penghargaan dan penghormatan kepada wanita sebagai pondasi bangsa. Beberapa perempuan yang disebutkan namanya dalam tulisan ini akan membantu para perempuan Papua untuk mengambil sikap agar menjadi perempuan-perempuan hebat yang menjadi pondasi bangsa dan Gereja Papua.
Perempuan Pondasi Gereja dan Bangsa
Semua manusia lahir dari rahim, (Andalas, 2009) seorang perempuan. Semua orang dilahirkan untuk merdeka. Karena semua orang lahir dari perempuan, maka kekerasan terhadap perempuan tentu merupakan dosa, kejahatan dan perkara sosial. Setiap manusia tidak bisa secara semena-mena mencabut nyawa manusia lain. Perintah Allah “Jangan membunuh” sebagai perintah ilahi (Kel 20:13; Ul 5:17); perintah ini bersifat imperatif dan tidak dapat diganggu gugat dengan alasan apa pun.
Setiap perempuan yang melahirkan kehidupan, harus mewartakan Injil Kehidupan (Evangelium Vitae), (Yohanes Paulus, 1995). Karena perempuan melahirkan kehidupan, maka perempuan harus bertanggung jawab atas kehidupan yang dilahirkan. Misalnya, Beata Eurosia Fabris (1866-1932) yang peduli pada kehidupan (Marius, 2018). Tindakan pembunuhan terhadap janin dengan cara aborsi (Benny, 2021), entah karena stress atau secara sengaja tidak dibenarkan.
Dalam membina anak, di mana peran perempuan memiliki posisi sentral dibutukan sosok-sosok yang dapat diidolakan. Misalnya, Bunda Maria sendiri yang membina Yesus dan bahkan mengantarkan Yesus hingga Yesus kembali kepada Allah di Puncak Salib, “Kepada Maria masih dituntut suatu ketekunan dalam iman, termasuk di dalamnya kesetiaan pada Tuhan sampai peristiwa salib. Nyatanya Maria bertahan mengabdi Tuhan sampai akhir dengan sepenuh hati,” (Eddy, 1987). Selain Bunda Maria Mother Teresa, di mana dari kepenuhan hati, mulut berbicara, selalu berbicara dengan penuh cinta dari hati, (Detahestia, 2015), juga perempuan-perempuan yang telah sukses dan memberikan inspirasi untuk menjadi ibu rumah tangga yang baik, terlebih menjadi istri yang hebat bagi suami, atau menjadi ibu (mama) yang bijaksana bagi anak-anak perlu dicontohi praktek-praktek hidupnya.
Harapan untuk keluarga menjadi bahagia, atau tepatnya anak sukses adalah harapan dan sekaligus kerinduan setiap orangtua. Agar dapat mencapai harapan dan kerinduan, butuh kerja keras juga pembinaan-pembinaan dari setiap orangtua. Agar anak tidak menjadi pembawa malapetaka, perlu diberipakan pembinaan atau pendidikan moral tentang kemanusiaan, di mana oenddikan sebagai proses humanisasi (Sastrapratedja, 2013). Terlebih bagi anak-anak Katolik harus diberikan pengajaran atau pembinaan tentang iman kekatolikan yang sebenarnya, (Suseno, 2013).
Setiap orang beriman Kristiani menginginkan sekaligus diajak untuk meneladani cara hidup Yesus Kristus atau orang-orang kudus. Orang kudus menjadi cermin bagi umat Kristiani untuk mencapai puncak kesatuan dengan Allah. Untuk mencapai kesatuan dengan Allah Tritunggal Mahakudus, ajaran iman yang sesungguhnya diwariskan (disampaikan) kepada anak-anak yang dianugrahkan), karena untuk tujuan menurunkan anak dan mendidikan anak dilakukan perkawinan Katolik.
Kalaupun Gereja Katolik mengajarkan iman yang sejati melalui ajaran iman yang diakui dan sekaligus diterima, yakni Kitab Suci, Tradisi Gereja dan Magisterium Gereja, ketika diperhadapkan pada kenyataan di lapangan, khususnya Gereja Papua atau keluarga-keluarga Papua, di mana banyak keluarga yang belum memahami ajaran iman Katolik yang sesungguhnya. Akibat dari kekurangan iman, menyebabkan kekacauan dalam rumah tangga, terlebih terjadi pembiaran terhadap anak-anak yang dilahirkanm sehingga anak-anak yang dilahirkan tidak membuahkan kesuksesan sebagaimana diharapkan orangtuanya.
Demi mengubah sekaligus memperbaiki keluarga-keluarga Kristiani Papua, perlu ke lapangan dan melakukan pengamatan dan sekaligus menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya hingga terjadi demikian, terlebih peranan kaum perempuan sebagai yang melahirkan bagaimana mereka bertanggung jawab membina iman anak-anak yang adalah tulang punggung keluarga, juga Gereja dan masyarakat.
Penutup
Melalui pantauan juga pengamatan, diambil langkah-langkah konkrit untuk mengobati (memperbaiki) keadaan-keadaan keluarga Kristiani di Papua, sehingga soal kemanusiaan sebagai gambar Allah (imago Dei), dihayati dalam kehidupan sehari-hari dalam membangun keluarga, juga Gereja dan tanah air.
DAFTAR PUSTAKA
Andalas, Mutiara, Laahir dari Rahim, Kanisius, Yogyakarta, 2009
Datahestia, Wanita-wanita sukses sepanjang masa, Charissa Publisher, Yogyakarta, 2015
Goo, Marius, Mengembalikan Kekudusan Papua, Bintang Sejahtera, Malang, 2018
Kristiyanto, Eddy, Maria Dalam Gereja: Pokok-Pokok Ajaran Gereja Konsili Vatikan II tentang Maria dalam Gereja Kristus, Kanisius, Yogyakarta, 1987
Phang, Benny, Rahim Untuk Dipinjamkan: Moralitas Kristiani pada Awal Hidup Manusia, Kanisius, Yogyakarta, 2021
Sastrapratedja, M., Pendidikan sebagai Humanisasi, (Pusat Kahian Filsafat dan Pancasila, Jakarta, 2013
Suseno, Franz Magnis, Katolik itu Apa?: Sosok, Ajaran dan Kesaksiannya, Kanisius, Yogyakarta, 2021
Dokumen Gereja
Ensiklik Evangeli Vitae dari Paus Yohanes Paulus II, 25 Maret 1995
Penulis adalah Dosen STK “Touye Paapaa” Deiyai, Keuskupan Timika