SORONG, JELATANEWSPAPUA.COM – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua Pos Sorong mendesak Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Barat Daya untuk turut mengawal dan mendukung penegakan hukum atas kasus dugaan pengeroyokan, penganiayaan, dan penyiksaan yang diduga dilakukan oleh anggota Kepolisian Polresta Sorong Kota terhadap seorang warga sipil bernama Ortizan F. Tarage (OT).
Kasus ini dilaporkan sejak Mei 2025 dengan Nomor Laporan Polisi LP/B/341/V/2025/SPKT/POLRESTA SORONG KOTA/POLDA PAPUA BARAT DAYA. Namun, hingga kini penanganan kasus dinilai lamban tanpa kejelasan tindak lanjut dari pihak kepolisian.
Peristiwa dugaan kekerasan itu terjadi pada 10 Mei 2025, di Jalan Pendidikan Km. 8, Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya. LBH Papua menilai tindakan aparat kepolisian tersebut tidak hanya merupakan tindak pidana kekerasan, tetapi juga pelanggaran serius terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).
Sekitar pukul 14.53 WIT, Selasa (07/10), staf advokasi LBH Papua Pos Sorong menerima panggilan telepon melalui WhatsApp dari salah satu anggota MRP Papua Barat Daya (PBD). Dalam komunikasi tersebut, pihak MRP meminta pertemuan untuk melakukan koordinasi terkait kasus penganiayaan yang sedang didampingi oleh LBH.
“Kami menyambut baik ajakan MRP PBD untuk berkoordinasi. Dalam pertemuan nanti, kami akan menyerahkan pengaduan resmi atas dugaan penyiksaan dan penganiayaan yang dilakukan oleh anggota kepolisian,” ujar Ambrosius Klagilit, S.H., Staf Advokasi LBH Papua Pos Sorong, dalam pernyataannya kepada Jelata News Papua.
Ambrosius menegaskan bahwa LBH Papua berharap MRP Papua Barat Daya tetap konsisten dalam memperjuangkan hak-hak Orang Asli Papua (OAP), khususnya hak atas rasa aman, serta hak untuk bebas dari segala bentuk kekerasan dan penyiksaan.
Negara Hukum Tidak Mengenal Kekebalan
LBH Papua menegaskan bahwa dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 disebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Artinya, setiap orang yang haknya dilanggar berhak menempuh jalur hukum untuk memperoleh keadilan.
Selain itu, Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 3 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM menjamin bahwa setiap warga negara berhak atas pengakuan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
“Tidak ada satu pun institusi yang kebal hukum, termasuk kepolisian. Oleh karena itu, tindakan penyiksaan dan penganiayaan yang dilakukan oleh aparat negara harus diproses sesuai hukum yang berlaku,” tegas Ambrosius.
LBH Papua juga merujuk pada Pasal 7 ayat (1) UU HAM, yang menjamin setiap orang berhak menggunakan seluruh upaya hukum nasional dan internasional atas pelanggaran HAM yang dialaminya, serta Pasal 29 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa “anggota Polri tunduk pada kekuasaan peradilan umum.”
Desakan LBH Papua kepada MRP Papua Barat Daya
Dalam pernyataannya, LBH Papua Pos Sorong secara tegas mendesak Majelis Rakyat Papua Barat Daya (MRP PBD) untuk mengambil langkah konkret dalam memperjuangkan keadilan bagi korban. Ada tiga poin penting yang disampaikan LBH:
1. Mendukung upaya hukum korban dalam memperoleh keadilan serta perlindungan atas hak asasi manusia yang dilanggar.
2. Mendesak Polresta Sorong Kota agar segera menetapkan tersangka atas kasus dugaan penyiksaan dan penganiayaan terhadap Ortizan F. Tarage, mengingat laporan telah berlangsung hampir lima bulan tanpa perkembangan yang jelas (undue delay).
3. **Mendorong MRP Papua Barat Daya untuk segera membentuk Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) terkait perlindungan, penghormatan, dan pemberian bantuan hukum bagi Orang Asli Papua (OAP) yang berhadapan dengan
LBH Papua Pos Sorong menegaskan bahwa kasus ini menjadi cermin lemahnya perlindungan hukum bagi masyarakat sipil di Tanah Papua, terutama ketika pelanggaran dilakukan oleh aparat negara sendiri.
“Kami tidak akan berhenti mendampingi korban hingga ada kejelasan hukum. Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Negara harus memastikan setiap tindakan kekerasan oleh aparat diproses secara transparan dan adil,” tegas Ambrosius.
LBH Papua berharap kerja sama antara lembaga hukum, lembaga adat, dan lembaga representasi orang asli Papua seperti MRP dapat memperkuat perjuangan keadilan dan perlindungan HAM di Tanah Papua. (*)