JAKARTA, JELATANEWSPAPUA.COM – Sejumlah aktivis lingkungan dan masyarakat adat yang tergabung dalam Solidaritas Merauke untuk Keadilan Agraria Papua menggelar aksi protes di depan Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Jakarta, Selasa (07/10/2025).
Aksi ini merupakan bentuk penolakan terhadap pernyataan Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, yang sebelumnya menyebut bahwa sebagian hutan di Tanah Papua yang akan dialihkan menjadi Areal Penggunaan Lain (APL) untuk mendukung Proyek Strategis Nasional (PSN) adalah wilayah “tanpa penghuni” atau “tanah kosong”.
Dalam orasinya, para peserta aksi menilai pernyataan tersebut sebagai refleksi dari cara pandang kolonial yang merendahkan eksistensi masyarakat adat Papua dan mengabaikan sejarah panjang hubungan manusia dengan tanah dan hutan di Tanah Papua.
“Pandangan dan kebijakan pejabat negara ini menunjukkan masih berakarnya praktik kolonialisme sebagaimana doktrin ‘terra nullius’ doktrin tanah kosong yang dulu digunakan penjajah Eropa untuk merampas tanah masyarakat adat dan memperluas wilayah koloninya,” tegas salah satu orator aksi.
Massa juga menilai bahwa pernyataan Menteri ATR/BPN tersebut senafas dengan doktrin kolonial Belanda ‘domein verklaring’, yang menyatakan bahwa tanah yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya menurut hukum Barat dianggap sebagai milik negara. Doktrin ini, menurut mereka, telah lama digunakan untuk menjustifikasi perampasan tanah masyarakat adat di Indonesia, termasuk di Tanah Papua.
“Pernyataan seperti ini berbahaya karena membuka ruang legal bagi perampasan tanah adat dan perusakan hutan atas nama pembangunan. Ini bukan pembangunan berkeadilan, tapi bentuk kekerasan struktural negara terhadap masyarakat Papua,” ujar salah satu aktivis Solidaritas Merauke.
Seruan Cabut Pernyataan dan Hentikan PSN Merauke
Solidaritas Merauke menuntut Kementerian ATR/BPN segera mencabut pernyataan Menteri Nusron Wahid dan meminta pemerintah pusat untuk menghentikan proyek-proyek strategis nasional (PSN) di wilayah Merauke, yang mereka anggap tidak berpihak pada rakyat dan mengancam keberlanjutan ekosistem hutan adat.
“Kami menolak proyek serakah nasional yang hanya menguntungkan investor. Tanah Papua bukan tanah kosong, tapi ruang hidup masyarakat adat dan makhluk Tuhan. Pemerintah jangan ulangi sejarah kolonial di negeri ini,” tegas peserta aksi lainnya.
Aksi damai yang berlangsung di depan Kantor ATR/BPN itu diwarnai dengan spanduk bertuliskan #PapuaBukanTanahKosong dan #TolakPSNMerauke, serta pembacaan puisi dan doa untuk masyarakat adat Papua yang terus berjuang mempertahankan tanah leluhur mereka.
Para peserta juga menyerahkan pernyataan sikap tertulis kepada pihak Kementerian ATR/BPN, berisi tuntutan agar pemerintah menghormati hak masyarakat adat Papua atas tanah dan hutan adat sesuai amanat konstitusi dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 yang menegaskan bahwa hutan adat bukan hutan negara.
“Papua bukan tanah kosong. Tanah Papua adalah identitas, sejarah, dan kehidupan masyarakat adat yang diwariskan turun-temurun,” tutupnya.