MERAUKE, JELATANEWSPAPUA.COM – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Papua mengecam keras pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, yang menyebut bahwa kawasan hutan yang akan dialihkan menjadi Areal Penggunaan Lain (APL) untuk mendukung Proyek Strategis Nasional (PSN) adalah wilayah “tanpa penghuni dan tidak ada yang bermukim di sana.” beberapa hari lalu.
Menurut WALHI Papua, pernyataan tersebut merupakan bentuk kekerasan negara terhadap masyarakat adat Papua, karena mengabaikan fakta bahwa wilayah hutan di Tanah Papua adalah ruang hidup masyarakat adat yang memiliki nilai sosial, budaya, dan spiritual yang tidak dapat dipisahkan dari manusianya.
“Wilayah adat tidak boleh dipisahkan dari manusia dan makhluk hidup di atasnya. Pandangan bahwa hutan Papua kosong dari penghuni adalah pandangan keliru dan berwatak kolonial,” tegas Maikel Peuki, Direktur WALHI Papua, dalam keterangan kepada jelatanewspapua.com, Selasa (07/10).
Maikel menilai, kebijakan pemerintah yang mendorong Proyek Strategis Nasional (PSN) di Papua, khususnya di wilayah Merauke, justru mencerminkan keserakahan ekonomi dan ketidakadilan ekologis. Menurutnya, proyek semacam ini tidak hanya berpotensi merusak lingkungan, tetapi juga mengancam kelangsungan hidup masyarakat adat yang selama berabad-abad menjaga dan bergantung pada hutan sebagai sumber kehidupan.
“Proyek serakah nasional ini akan membawa dampak buruk bagi lingkungan hidup. Beberapa proyek serupa sebelumnya sudah terbukti gagal di Papua, dan tidak ada alasan bagi pemerintah untuk meneruskan PSN Merauke, ujarnya tegas.
Papua Bukan Tanah Kosong
Lebih lanjut, WALHI Papua menegaskan bahwa Tanah Papua adalah tanah adat, bukan tanah negara yang bisa diambil alih seenaknya oleh pemerintah atau korporasi.
“Tanah Papua adalah warisan moyang leluhur bangsa Papua. Negara tidak menciptakan tanah negara bagi orang asli Papua. Papua bukan tanah kosong Tanah Papua adalah identitas,” kata Maikel Peuki dengan nada geram.
Wallhi Papua mendesak Kementerian ATR/BPN segera mencabut pernyataan Menteri Nusron Wahid dan meminta pemerintah pusat untuk menghormati prinsip hak masyarakat adat atas tanah dan hutan adat, sebagaimana dijamin dalam konstitusi dan berbagai peraturan perundangan, termasuk Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 tentang pengakuan hutan adat.
Menolak PSN Merauke
WALHI Papua juga secara tegas menyatakan penolakan terhadap Proyek Strategis Nasional di Merauke, karena dinilai mengancam keberlanjutan ekosistem, merusak tata ruang ekologis Tanah Papua, dan berpotensi menggusur masyarakat adat dari tanah leluhur mereka.
“Kami tidak menolak pembangunan, tapi kami menolak pembangunan yang meminggirkan manusia dan merusak alam. Hentikan proyek-proyek yang mengorbankan Papua atas nama investasi!” ujar Maikel.
WALHI Papua menyerukan kepada seluruh masyarakat sipil, akademisi, gereja, dan organisasi lingkungan untuk bersatu menolak kebijakan yang menghapus eksistensi masyarakat adat. (*)