NABIRE, JELATANEWSPAPUA.COM – Sebenarnya Jhon Kayame itu siapa? Berasal dari daerah mana? Suku apa? Keluarga siapa? Dan tinggal di mana? Begitulah kira-kira tanggapan dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul tiba-tiba di kepala manusia ketika mendengar atau mendapat sebuah informasi samar-samar selama belum mengungkap kepastian, kebenaran secara jelas dan lengkap.
Baca Juga: Musa Boma: DOB di Papua Bukan Solusi, Tapi Ancaman Terhadap Rakyat Papua
Sewajarnya muncul pertanyaan-pertanyaan serupa ini, sebab di kepala manusia Mee enggan pernah mendengar cerita sejarah orang tua, dongeng juga mitos mengenai adanya lahan atau sepangkal tanah milik suku Mee di Samabusa bagian timur kabupaten Nabire.
Baca Juga: Smelter Freeport Terbakar, Gubernur Meki Nawipa Ungkap Fakta Mengejutkan
Karenanya, mari dekatkan diri untuk mendalami dan mengenali sosok Jhon Kayame lebih jauh tentang alasan, harapan dan motivasi serta kerinduan dan kepedulian beliau terhadap warga masyarakat suku Mee di Nabire setelah adanya pemekaran provinsi Mengejutkan
Baca juga: Jelang Idul Adha 1446 H, Pemkab Deiyai Salurkan 4 Ekor Sapi Kurban untuk Umat Muslim
Semenjak ayah Jhon turun dari pedalaman pegunungan Paniai dan bertemu dengan sosok Weldemina Waray (ibunya) di Nabire, mereka bersatu memulai hidup baru di Samabusa. Lelaki dewasa bernama Jhon Kayame—lahir di bumi Samabusa.
Baca Juga: DPR RI Novita Hardini Tolak Rencana Aktivitas Tambang Nikel di Raja Ampat
Dalam tubuh Jhon telah mengalir dua darah. Lahir Jhon dari darah pesisir pantai suku Wate pemilik tanah Samabusa—sementara ayahnya pemilik danau wissel meren asal suku Mee di Paniai.
Baca Juga: Bupati Nabire Mesak Magai Letakkan Batu Pertama Kantor GKII
Meskipun Jhon adalah anak gunung asli Paniai suku Mee tetapi oleh om-om (kerabat mama) sejak lama sudah dianggap menjadi panutan di kalangan warga masyarakat umum suku Wate dan suku Mee di wilayah Samabusa.
Baca juga: Fience L Mofu Tegaskan Tak ada Dualisme KAPP di Papua Tengah
Cerita keunikan kehidupan suku Wate dan suku Mee selama dirinya berada di Samabusa sampai saat ini telah berjalan dengan baik aman dan damai—dianggap tidak perlu diuraikan lebar panjang soal ini. Cukup singkat, jelas dan padat.
Kapan dimana dan siapa yang layak kebagian?
Tanah yang bapak Jhon siapkan ini, rencananya kapan mau dibagi-bagikan? Sementara ini belum bisa dipastikan kapan bakal mengadakan waktu pembagian tapi jelas bahwa dalam waktu dekat tetap akan membagi-bagikan kepada warga masyarakat khusus suku Mee yang betul-betul domisili di Nabire Papua Tengah. Itupun bagi warga masyarakat yang mempunyai tekad dan kemauan serta keinginan besar untuk bertahan hidup dan jadi warga di sana.
Baca Juga: Fience L Mofu Tegaskan Tak ada Dualisme KAPP di Papua Tengah
Dimana letak lokasi tanah tersebut? Lahan atau tanah sejumlah 2 kilo yang telah disiapkan dan akan dibagi-bagikan oleh Jhon cucunya Bernab Waray itu mulai dari perbatasan jalan utama Kimi samping Batalion Kompi Senapan sampai di Samabusa.
Baca juga: SRP Bantah Kembali Pembohongan Publik Kapolres Dogiyai dan TNI
Siapa yang layak mendapatkan tanah tersebut? Paling utama dan terutama ia akan prioritaskan bagi warga masyarakat suku Mee baik dari Paniai, Deiyai, Dogiyai yang benar-benar tidak mempunyai tempat tinggal, rumah dan kebun di Nabire—yang selama ini hidup mereka bergantung menempati sama rumah kerabat.
Baca juga: Gubernur Nawipa Bilang Bupati Nabire Lakukan Audit Internal RSUD
Beliau memutuskan untuk membagi tanah secara gratis ini berangkat dari motivasi, kepedulian dan penyesalan terhadap warga masyarakat suku Mee di Nabire. Ketika ia melihat dan mengamati kehidupan warga masyarakat suku Mee di Nabire bahwasanya dalam satu rumah tinggal lebih dari satu keluarga ini supaya mereka harus terpisah.
“Mereka harus hidup terpisah dan mempunyai tempat tinggal, rumah dan kebun masing-masing karena ini sudah menjadi satu provinsi baru. Kita orang Mee itu pelaku atau perintis bukan lagi penonton,” tegas Jhon saat ditemui wartawan di kediamannya Samabusa, Sabtu (8/5).
Bagi sebagian masyarakat termasuk pejabat asli suku Mee yang punya tempat tinggal, rumah dan kebun di Nabire untuk sementara sabar. Ia juga sempat menegaskan ke koordinator untuk tidak diperbolehkan mengambil data bagi mereka yang berstatus mempunyai kepemilikan tanah dan kebun di Nabire.
“Saya sudah bilang sama koordinator untuk tidak diperbolehkan ambil nama bagi mereka yang sudah punya tanah, punya rumah dan punya kebun di Nabire ini supaya tanah kosong yang sudah kami siapkan ini benar-benar menyentuh kepada masyarakat suku Mee yang sedang dibutuhkan, yang tidak mempunyai tempat tinggal, rumah dan kebun di kota ini,” tegasnya.
Pengorbanan, Harapan dan Tangisan
Suku Mee di kota ini banyak pengorbanan sampai dengan pemekaran provinsi, tetapi kebutuhan kehidupan warga masyarakat mereka (suku Mee) terus diabaikan, tidak dipedulikan, jangankan yang lain, tempat tinggal saja sulit diakomodasi.
“Setelah adanya pemekaran provinsi, ketika saya melihat tempat tinggal sebagian masyarakat suku Mee di Nabire, saya sangat sedih dan menyesal, sebab dalam satu rumah tinggal lebih dari satu keluarga sehingga puji Tuhan, saya diberi ruang oleh om-om (kerabat mama saya) untuk kasih tempat ini secara gratis menyediakan buat masyarakat saya suku Mee,” kata Jhon tangis.
Setelah tanah ini dibagi-bagikan, kemauan dan harapan dirinya bahwa warga masyarakat yang mendapatkan bagian selanjutnya bangun rumah, bangun gereja, sekolah, perkampungan lalu bisa berkebun dan tinggal di sana.
“Tidak mau bangun rumah, datang sebentar lalu pergi meninggalkan tempat, tanpa pikir panjang kami tetap tarik kembali,” tegasnya.