Oleh: Derek Kobepa
Bicara tentang pendidikan formal, kita seakan sedang menyusuri jalan yang penuh liku. Ada suka, ada duka, dan ada pula pelajaran hidup yang tertanam di dalamnya. Setiap anak sekolah, mau tidak mau, harus melewati fase ini. Ada masa-masa tertawa bersama teman, ada pula masa penuh tantangan yang harus dihadapi dengan tekad.
Saya, Derek Kobepa, merasakan semua itu sejak duduk di bangku sekolah dasar di SD YPPGI Akoubaida, yang saya tamatkan pada tahun 2013. Setelah itu, saya melangkah ke jenjang berikutnya di SMP Negeri 1 Aradidepada 2013–2016.
Sejak awal di sekolah menengah pertama, saya menemukan hal-hal baru yang unik. Saya berkenalan dengan banyak teman dari berbagai kampung yang berbeda, khususnya dari wilayah Tiga (Agadide Besar). Tidak hanya itu, saya juga mengenal para guru yang beragam latar belakangnya. Ada Bapak Linus Muyapa, S.Pd., Agustinus Muyapa, S.IP., Pdt. Nikolaus Kadepa, M.Pd., Derek Muyapa, M.Pd., Natalis Muyapa, S.IP., dan beberapa guru honorer yang tekun mengabdi.
Namun, di antara semua guru yang pernah membimbing, Bapak Linus Muyapa punya tempat khusus di hati saya. Bagi saya, ia bukan hanya seorang pendidik di ruang kelas, tetapi juga seorang motivator, penggerak, dan teladan yang mengajarkan nilai hidup lewat perbuatan.
Guru yang Serba Bisa
Pak Linus dikenal sebagai guru yang cerdas dan tekun. Semasa kuliah, ia menempuh jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan bahkan pernah meraih penghargaan atas prestasinya. Di SMP Negeri 1 Aradide, ia membidangi tiga mata pelajaran besar sekaligus: Biologi, Fisika, dan Kimia.
Yang istimewa, ia tidak hanya mengajar di SMP. Karena lokasi SMA Negeri 2 Aradide berdekatan dengan SMP, ia membagi waktunya untuk mengajar di kedua sekolah. Tidak semua guru mampu mengatur jadwal seperti itu, tapi Pak Linus melakukannya dengan penuh dedikasi.
Tidak Hanya Mengajar di Kelas
Pak Linus bukan tipe guru yang sekadar berdiri di depan papan tulis. Ia terlibat langsung dalam kehidupan siswa. Saat ada kegiatan olahraga, seperti sepak bola, ia ikut bermain bersama kami. Ketika sekolah merenovasi pagar keliling, ia turun tangan memegang palu dan paku, bekerja bersama siswa sambil memberi motivasi.
Ia juga aktif di pelayanan gereja, menjadi pengurus jemaat Golgota Tagiya, Gereja Kingmi Klasis Agadide. Dengan perannya di gereja, ia menunjukkan bahwa pendidikan dan iman bisa berjalan beriringan, saling menguatkan.
Momen yang Mengubah Hidup Saya
Ada satu peristiwa yang tak akan pernah saya lupakan. Waktu itu saya duduk di kelas 3 SMP. Suatu hari, Pak Linus bercerita tentang masa depan generasi muda Agadide. Kata-katanya begitu dalam hingga membuatnya meneteskan air mata di hadapan kami.
“Aset intelektual Agadide di masa depan ada di tangan kalian,” ucapnya dengan suara bergetar. “Saya berharap generasi penerus yang akan menggantikan tokoh-tokoh seperti Agustinus Kudiai, S.Sos., Meki Fritz Nawipa, S.H., Deki Degei, M.M., Yulinton Degei, M.H., Yusup Kobepa, M.M., dan tokoh intelektual lainya khususnya wilayah Agadide dengan tapal batas yang tidak gerakan oleh Habel Obaikewagi Muyapa, yakni Okebeuda, Debakebpuda, Uwapatakaida, Makatakaida, itu ada di tangan kalian hari ini.”
Mendengar itu, hati saya terguncang. Melihat guruku menangis demi masa depan kami membuat saya sadar, menjadi sarjana bukan hanya tentang gelar, tetapi tentang tanggung jawab. Saat itu juga saya berkomitmen, suatu hari saya akan menjadi bagian dari generasi yang mengangkat martabat Agadide.
Teladan dalam Kepribadian
Pak Linus adalah sosok yang pemberani, tegas, jujur, penyayang, dan edukatif. Ia tidak hanya mengajar teori, tetapi juga membentuk karakter. Ia mengajarkan kami untuk berani bermimpi besar, bekerja keras, dan selalu ingat pada tanggung jawab kepada masyarakat.
Kini, ketika saya mengingat kembali masa-masa itu, saya sadar bahwa kehadiran seorang guru seperti Pak Linus adalah anugerah. Ia telah menjadi bagian dari perjalanan hidup saya, membentuk cara pandang, dan menyalakan api semangat yang masih menyala hingga hari ini.
Penulis : Adalah Pemuda Agadide yang juga adalah Jurnalis JNP yang Tinggal di Aikai, Kota Enarotali, Paniai, 14 Agustinus 2025.