MAKASSAR, JELATANEWSPAPUA.COM – Forum Solidaritas Pelajar Mahasiswa/i Peduli Rakyat Papua (FSPM- PRP) Kota Studi Makassar mengeluarkan pernyataan sikap menolak kriminalisasi terhadap empat tahanan politik (Tapol) Papua yang saat ini menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri (PN) Makassar. Mereka mendesak agar Abraham Goram Gaman (Bram), Nikson May, Piter Robaha, dan Maksi Sangkek segera dibebaskan tanpa syarat serta dikembalikan ke tanah Papua.
Dalam sidang putusan sela yang digelar pada Selasa, 23 September 2025, Majelis Hakim PN Makassar menolak eksepsi atau nota keberatan yang diajukan tim kuasa hukum empat Tapol Papua. Hakim menyatakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tetap sah dan sidang dilanjutkan ke tahap pembuktian.
Forum solidaritas menilai putusan tersebut mencerminkan keberpihakan pengadilan terhadap upaya kriminalisasi rakyat Papua. “Penolakan eksepsi mengabaikan fakta bahwa dakwaan JPU cacat formil, tidak jelas, dan menggunakan pasal karet makar untuk membungkam kebebasan berekspresi rakyat Papua,” demikian pernyataan sikap forum yang diterima redaksi.
Latar Belakang Kasus Versi (FSPM- PRP)
Keempat Tapol Papua ditangkap pada 28 April 2025 di Sorong, Papua Barat Daya. Mereka dituduh melanggar Pasal 106 KUHP juncto Pasal 110 ayat (1) KUHP, serta pasal-pasal terkait makar, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Penangkapan dilakukan dengan pengerahan aparat bersenjata lengkap dan menyita sejumlah barang yang disebut sebagai barang bukti. Proses hukum kemudian dipindahkan dari Sorong ke Makassar setelah Kejaksaan Agung memperoleh fatwa dari Mahkamah Agung pada Agustus 2025.
Pemindahan ini memicu aksi protes luas di Sorong dan Manokwari. Puluhan warga ditangkap, termasuk anak di bawah umur, dalam aksi penolakan pemindahan tahanan ke Makassar.
Sidang Eksepsi Ditolak
Dalam persidangan sebelumnya pada 15 September 2025, tim pendamping hukum menyampaikan eksepsi dengan alasan bahwa surat dakwaan JPU cacat hukum sesuai Pasal 143 KUHAP. Mereka menegaskan bahwa para terdakwa bukan pelaku makar, melainkan korban kriminalisasi.
Namun, dalam putusan sela, majelis hakim menyatakan keberatan tersebut tidak beralasan. Hal ini kemudian ditanggapi keras oleh solidaritas mahasiswa Papua di Makassar.
Tuntutan Solidaritas (FSPM- PRP)
Melalui pernyataan sikap resmi, Forum Solidaritas Pelajar Mahasiswa/i Peduli Rakyat Papua Kota Studi Makassar menyampaikan empat tuntutan utama:
1. Mendesak kepolisian dan JPU RI untuk segera membebaskan empat Tapol Papua tanpa syarat dan memulangkan mereka ke tanah Papua.
2. Menghentikan intimidasi, kriminalisasi, dan kekerasan terhadap aktivis yang memperjuangkan keadilan dan perdamaian di Papua.
3. Mendorong negara membuka dialog damai dengan aktivis Papua, bukan menambah jumlah aparat militer di Papua.
4. Memberikan hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa West Papua sebagai solusi yang demokratis.
Forum menilai penggunaan pasal makar dan pemindahan sidang ke Makassar sebagai bentuk pembungkaman ruang demokrasi dan pelanggaran hak asasi manusia. Mereka juga mengingatkan bahwa UUD 1945 menjamin hak kebebasan berpendapat, serta menegaskan perjuangan rakyat Papua merupakan bagian dari hak demokratis untuk menentukan nasibnya sendiri.
“Negara Indonesia masih menggunakan pasal karet untuk menjerat rakyat Papua sejak integrasi paksa 1960-an. Kami menolak praktik diskriminasi, rasisme, dan militerisasi yang terus berlangsung di tanah Papua,” lanjut pernyataan forum.
Forum Solidaritas Pelajar Mahasiswa/i Peduli Rakyat Papua (FSPM- PRP) Kota Studi Makassar menyerukan kepada seluruh rakyat Papua dan jaringan solidaritas di berbagai daerah untuk bersatu mendesak pembebasan empat Tapol Papua.
“Salam Pembebasan Nasional Papua Barat!” tutup pernyataan sikap yang ditandatangani koordinator lapangan Jimmy dan wakorlap Ritha. (*)