JAYAPURA, JELATANEWSPAPUA.COM – Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua mendesak aparat kepolisian segera memproses hukum pelaku insiden kekerasan di Pasar Karang, Nabire. Dalam insiden itu, satu warga bernama Eko Ikomou tewas, sementara dua lainnya, Ferry Mote dan Apedius Kayame, mengalami luka tembak.
Siaran pers bernomor 003/SP-KPHHP/VI/2025 itu diterbitkan oleh gabungan organisasi seperti LBH Papua, PAHAM Papua, ALDP, SKP KC Sinode Tanah Papua, dan lainnya. Pernyataan resmi ini dikeluarkan dari Jayapura pada, Sabtu.(28/06).
Koalisi menyebut insiden bermula dari kebijakan Pemkab Nabire yang mengizinkan penjualan minuman keras secara bebas di wilayah hukum setempat. Kebijakan tersebut memicu ketegangan di tengah masyarakat hingga berujung pada bentrokan dengan aparat.
Menurut mereka, sejak peristiwa berdarah itu terjadi, pihak kepolisian belum menutup toko-toko penjual minuman keras yang tersebar di seluruh Nabire. Kondisi ini memperkuat kecurigaan bahwa penegakan hukum dilakukan secara tebang pilih.
Selain itu, hingga kini pihak Polres Nabire belum mengumumkan nama-nama tersangka dari pihak sipil maupun anggota polisi dalam insiden tersebut. Padahal, menurut koalisi, terdapat sejumlah kasus yang seharusnya sudah dapat diproses hukum.
Koalisi menilai bahwa insiden Pasar Karang seharusnya mudah diusut karena terjadi pada siang hari di tempat umum yang ramai. Selain banyak saksi, para korban luka juga telah dirawat di RSUD Nabire dan dapat memberikan keterangan.
Dalam siaran persnya, koalisi mengingatkan bahwa sesuai Pasal 17 KUHAP, penyidik bisa melakukan penangkapan jika sudah ada bukti permulaan yang cukup. Oleh karena itu, mereka mempertanyakan profesionalisme Kapolres Nabire dan jajarannya.
Koalisi juga menolak penyelesaian kekeluargaan atas kasus ini karena menyangkut tindak pidana berat. Mereka mengutip putusan MA No. 1187 K/Pid/2011 dan No. 2174 K/Pid/2009 yang menegaskan bahwa perdamaian dengan keluarga korban tidak menghapus tuntutan pidana.
Berdasarkan Pasal 100 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, koalisi menyampaikan empat tuntutan utama.
Pertama, Gubernur Papua Tengah diminta untuk segera memerintahkan Bupati Nabire mencabut izin penjualan minuman keras di wilayah tersebut.
Kedua, Ketua DPR Papua Tengah harus memastikan Kapolda dan Kapolres menjalankan tugasnya sesuai amanat Pasal 13 huruf b UU Kepolisian.
Ketiga, Kapolda Papua Tengah diminta memerintahkan Kapolres Nabire untuk memproses hukum oknum polisi pelaku pembunuhan dan penembakan.
Keempat, Kapolres Nabire didesak segera mengumumkan tersangka serta menindak tegas pelaku, baik dari unsur sipil maupun aparat. Hal ini sebagai bentuk tanggung jawab hukum dan penghormatan terhadap hak korban dan keluarga.
Koalisi berharap langkah tegas dari aparat penegak hukum menjadi momentum pemulihan kepercayaan publik. Mereka juga menyerukan agar aparat tidak menggunakan pendekatan kekerasan dalam merespons dinamika sosial di Papua.