PANIAI, JELATANEWSPAPUA.COM – Situasi keamanan di Kabupaten Paniai, Provinsi Papua Tengah, kembali menjadi sorotan publik. Koalisi Masyarakat Anti Militerisme (KOMAM-Paniai) menyatakan bahwa wilayah Paniai kini berada dalam kondisi darurat militer setelah terjadi pendoropan aparat bersenjata dari TNI Angkatan Laut (Marinir) di Distrik Ekadide pada Selasa, 28 Oktober 2025, sekitar pukul 03.00 WIT.
Penanggung Jawab Aksi Log Mard, Jemzz Nawipa menyatakan ratusan personel Marinir berseragam loreng dan bersenjata lengkap menduduki sejumlah fasilitas publik seperti Puskesmas, kantor distrik, serta pemukiman warga tanpa pemberitahuan resmi.
Tindakan semena-mena ini kami masyarakat menilai sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat sipil dan upaya militerisasi ruang publik di Paniai,” tegas Nawipa, di kantor DPRD kabupaten Paniai, Jumat (31/10/2025).
Sementara itu, Geitogo Gobai, Korlap melaporkan, sejak kehadiran aparat bersenjata di wilayah tersebut, aktivitas warga sipil lumpuh total. Proses belajar mengajar di sekolah berhenti, pelayanan kesehatan tidak berjalan karena tenaga medis dan guru dilaporkan melarikan diri akibat rasa takut.
“Warga hidup dalam ketakutan. Mereka tidak lagi bebas bekerja di kebun, dan anak-anak tidak berani ke sekolah,” ujarnya.
Sebelumnya, pada Agustus 2025, Niko Degei, Wakorlap menjelaskan pasukan Rajawali juga dikabarkan telah menduduki sejumlah kampung di wilayah pegunungan dan rawa-rawa di Paniai. Mereka menggunakan fasilitas publik seperti sekolah, gereja, dan puskesmas sebagai tempat tinggal.
“Kami menilai hal ini sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan dan pelanggaran prinsip kemanusiaan,” ucapannya.
Sementara itu, Orator Tokoh intelektual Paniai, Yunus Eki Gobai, mengatakan bahwa kehadiran Marinir dan pasukan non organik sangat meresahkan masyarakat.
“Suara masyarakat hanya satu: menolak pendropan dan penempatan militer di Distrik Ekadide, terutama di puskesmas dan sekolah. Aktivitas masyarakat adat di danau, hutan, dan kebun terganggu. Kami minta militer non organik segera ditarik,” tegas Yunus.
Sambutan Orator:
Sementara itu, tokoh agama Pdt. Yeri Nawipa menilai tindakan aparat yang menduduki fasilitas publik tanpa surat tugas resmi sebagai tindakan ilegal.
“Kalau mereka tidak punya surat perintah resmi, itu ibarat pencuri yang masuk lewat jendela. Saya tegaskan agar DPRD segera bentuk panitia khusus (Pansus) untuk menyelidiki kehadiran militer ini. Jemaat saya hidup dalam ketakutan,” ujarnya.
Tokoh adat Meki Nawipa juga menegaskan penolakannya terhadap kehadiran Marinir dan pasukan TNI non organik di wilayah adat mereka.
Sementara perwakilan mahasiswa, Mikerson Kobepa, mempertanyakan dasar kehadiran militer tersebut apakah atas perintah pemerintah daerah atau pemerintah pusat.
Daftar Tuntutan KOMAM-Paniai :
- Pemerintah Indonesia segera menarik satuan pasukan Marinir Angkatan Laut (AL) dari Distrik Ekadide, Paniai.
- Segera menarik satuan Pasukan Rajawali dari Distrik Agadide, Paniai.
- Menolak dengan tegas pengiriman militer organik maupun non organik di wilayah Ekadide, Agadide, dan seluruh Tanah Papua.
- Menolak pembangunan pos-pos militer baru di wilayah Paniai.
- Mengutuk keras segala bentuk teror dan intimidasi terhadap warga sipil Papua oleh aparat TNI/Polri.
- Menolak penggunaan fasilitas publik seperti puskesmas, sekolah, dan gereja oleh aparat keamanan.
- Mendesak Presiden Prabowo Subianto memerintahkan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin untuk menarik seluruh pasukan TNI/Polri dari Paniai dan wilayah Papua.
- Menuntut pemerintah untuk menghentikan pengiriman pasukan tambahan ke Tanah Papua.
DPRD Paniai Terima Aspirasi
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPRD Kabupaten Paniai, Yanuarius Yumai, menyatakan telah menerima aspirasi masyarakat dan berjanji akan menindaklanjutinya secara kelembagaan.
“Kami menerima aspirasi masyarakat secara resmi. DPRD akan membentuk Pansus dan menindaklanjuti melalui jalur kerja kolektif dan kolegial,” ujar Yanuarius di kantor DPRD Madi, Kabupaten Paniai.
Jemzz Nawipa menegaskan bahwa perjuangan mereka bukan untuk melawan negara, melainkan menuntut perlindungan terhadap rakyat sipil Papua yang selama ini menjadi korban kekerasan dan militerisasi berkepanjangan.
“Oleh karena itu, kami minta bentuk pansus dan tindak lanjut ke pemerintah pusat untuk penarikan Militer TNI marinir non organik dari Distrik Ekadide,” tutupnya.