NABIRE, JELATANEWSPAPUA.COM — Rakyat dan Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Dogiyai (IPMD) di Nabire, Papua Tengah, mengecam keras tindakan kekerasan dan penembakan yang dilakukan oleh aparat keamanan beberapa hari lalu, di Kabupaten Dogiyai. Mereka menilai kekerasan itu terus berulang dan kembali menelan korban dari warga sipil yang tidak bersalah.
Dalam rilis yang diterima redaksi pada Minggu (26/10), IPMD menyatakan bahwa situasi di Dogiyai semakin memprihatinkan. Mereka menilai pendropan militer secara berlebihan telah mempersempit ruang hidup rakyat dan menimbulkan trauma yang mendalam di tengah masyarakat.
“Rakyat selalu menjadi korban akibat pendropan militer yang berlebihan. Ruang hidup masyarakat menjadi sempit dan rakyat terus hidup dalam ketakutan,” tegas IPMD dalam pernyataannya.
IPMD menyinggung dua peristiwa penembakan yang terjadi di Dogiyai dalam beberapa bulan terakhir. Peristiwa pertama pada 10 Agustus 2025 menyebabkan satu pelajar tewas dan dua lainnya luka-luka akibat peluru aparat keamanan.
Peristiwa kedua terjadi pada 20 Oktober 2025 dan kembali menimbulkan korban jiwa serta luka-luka. Empat orang warga sipil tertembak, dan satu di antaranya meninggal dunia akibat luka tembak di bagian dada.
Korban tersebut masing-masing adalah Yustinus Iyai (35) yang tertembak di betis kanan, Deserius Kotouki (21) tertembak di betis kiri hingga menembus samping, Oya Waine (26) tertembak di pundak kanan, dan Keni Dumupa (24) tertembak di dada hingga tewas. IPMD menyebut, rentetan kekerasan seperti ini menunjukkan bahwa aparat bertindak tanpa kendali dan mengabaikan keselamatan rakyat sipil.
Atas situasi tersebut, rakyat bersama Ikatan Pelajar Mahasiswa asal Dogiyai Kota Nabire menyampaikan tujuh poin sikap tegas. Pernyataan ini, menurut mereka, merupakan bentuk tanggung jawab moral terhadap penderitaan rakyat Dogiyai yang terus menjadi korban.
Pertama, mengecam keras tindakan brutal aparat TNI/Polri di Kab. Dogiyai yang melakukan penembakan secara liar dan menyebabkan empat warga terkena peluru serta satu orang tewas pada 20 Oktober 2025.
Kedua, meminta agar penembakan liar segera dihentikan karena hanya akan memperbanyak korban sipil yang tidak bersalah.
Ketiga, mendesak TNI/Polri menghentikan sweeping berskala besar yang berlangsung dalam beberapa hari terakhir. Mereka menilai langkah itu hanya memperparah ketegangan dan mengganggu suasana kondusif di Dogiyai.
Keempat, menolak dan meminta penghentian pendropan militer organik maupun non-organik di seluruh Tanah Papua. IPMD menilai, pengerahan militer berlebihan justru menimbulkan rasa takut dan memperdalam luka rakyat Papua.
Kelima, menuntut agar pelaku penembakan terhadap 12 warga sipil di Intan Jaya segera diadili secara terbuka. Bagi mereka, keadilan bagi korban kekerasan negara tidak boleh terus diabaikan.
Keenam, meminta Kapolres Dogiyai menghentikan kriminalisasi terhadap KNPB Wilayah Dogiyai serta warga dan pemuda Dogiyai. IPMD menilai praktik kriminalisasi itu dilakukan untuk menutupi kesalahan aparat keamanan sendiri.
Ketujuh, menegaskan penolakan terhadap rencana pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) Mapia Raya. Mereka menyebut, aspirasi penolakan sudah disampaikan ke pusat melalui pansus, dan bila diabaikan, rakyat Dogiyai bersama pelajar serta mahasiswa siap melakukan mobilisasi dan turun ke jalan.
Dalam penutupnya, IPMD menyampaikan bahwa pernyataan ini dibuat dengan tegas dan penuh tanggung jawab. Mereka menegaskan, bila suara rakyat diabaikan, rakyat Dogiyai bersama pelajar dan mahasiswa akan bangkit dan turun jalan untuk menuntut keadilan.
“Demikian pernyataan ini kami sampaikan dengan tegas dan penuh tanggung jawab. Dan apabila pernyataan kami tidak diindahkan, maka rakyat Dogiyai bersama pelajar mahasiswa siap mobilisasi dan turun jalan,” tegas IPMD dalam rilisnya.