JAYAPURA, JELATANEWSPAPUA.COM — Tepat 24 tahun berlalu sejak peristiwa penculikan dan pembunuhan terhadap Pimpinan Besar Bangsa Papua, Dortheys Hiyo Eluay, serta penghilangan paksa sopir pribadinya, Aristoteles Masoka, Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Papua kembali menegaskan tuntutannya kepada pemerintah Indonesia agar mengungkap keberadaan Aristoteles Masoka yang hilang sejak 10 November 2001.
Dalam siaran pers bernomor 013/SP-KPHHP/XI/2025 bertajuk “Menolak Lupa 24 Tahun Tindakan Penghilangan Paksa Terhadap Aristoteles Masoka”, dikeluarkan Senin (10/11/2025), Koalisi meminta Presiden Republik Indonesia segera memerintahkan Panglima TNI memastikan dan mengumumkan keberadaan Aristoteles Masoka, serta menuntut Komnas HAM RI membentuk tim investigasi khusus untuk membuka kembali kasus pembunuhan Theys Hiyo Eluay dan hilangnya sopir pribadinya tersebut.
Kasus Lama yang Belum Terungkap
Koalisi mengingatkan bahwa meski para pelaku penculikan dan pembunuhan terhadap Theys Eluay telah diproses hukum di Pengadilan Militer, hingga kini negara belum mengusut dan menetapkan siapa pelaku di balik penghilangan paksa terhadap Aristoteles Masoka tindakan yang termasuk dalam kategori pelanggaran HAM berat sebagaimana diatur dalam Pasal 9 huruf i Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
“Negara telah menghukum pelaku pembunuhan Theys, namun tidak menyentuh aspek penghilangan paksa terhadap Aristoteles. Ini bentuk ketidakadilan yang nyata,” tulis Koalisi dalam pernyataannya.

Diketahui, Aristoteles Masoka merupakan sopir pribadi Theys Eluay yang terakhir kali terlihat pada malam 10 November 2001, setelah mendampingi Theys menghadiri acara peringatan Hari Pahlawan di Markas Kopassus Hanurata Hamadi, Jayapura. Sejak saat itu, ia tidak pernah ditemukan.
24 Tahun Tanpa Kepastian
Selama dua dekade lebih, keluarga Aristoteles terus mencari kejelasan nasib anak mereka. Ayah kandungnya, Yonas Masoka, bahkan telah mendatangi berbagai lembaga, termasuk Komnas HAM RI, namun belum mendapatkan hasil apa pun.
Dalam wawancara dengan suarapapua.com pada 2016, Yonas Masoka mengatakan, “Sudah 15 tahun negara menghilangkan nyawa Aristoteles dan diam seribu bahasa tanpa menyelesaikannya. Tidak ada perhatian sama sekali dari pemerintah, dari presiden ke presiden. Tidak ada perhatian terhadap kasus hilangnya Aristoteles.”
Koalisi juga menyoroti bahwa hasil penyelidikan Komnas HAM selama 24 tahun belum pernah menyebutkan secara pasti keberadaan Aristoteles, apakah masih hidup atau telah meninggal dunia.
Pertanyaan yang Belum Terjawab
Kepala Perwakilan Komnas HAM Papua, Frits Ramandey, pada 2018 pernah mempertanyakan hal serupa: mengapa keberadaan Aristoteles tidak pernah diungkap, padahal dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tersangka kasus tewasnya Theys Eluay, disebutkan bahwa para pelaku sempat berinteraksi langsung dengan Aristoteles sejak dari markas Kopassus hingga di Skyland, lokasi pembunuhan.
“Mahkamah Militer semestinya bisa menelusuri keberadaan Aristoteles dari keterangan para tersangka,” ujar Ramandey kala itu sebagaimana dikutip ceposonline.com.
Bahkan pada 2014, Ketua Komnas HAM saat itu, Otto Nur Abdullah, menyatakan lembaganya mulai membuka kembali kasus pembunuhan Theys dan hilangnya Aristoteles. Ia menegaskan bahwa berdasarkan salinan berkas Mahkamah Militer, para pelaku pembunuhan Theys mengaku melakukan tugas negara pernyataan yang menunjukkan unsur pelanggaran HAM berat.
Desakan untuk Negara Indonesia
Dalam pernyataannya, Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua yang terdiri dari LBH Papua, PAHAM Papua, ALDP, SKP KC Sinode Tanah Papua, JPIC OFM Papua, Elsham Papua, Yadupa, YLBHI, LBH Papua Merauke, LBH Pos Sorong, KontraS Papua, dan Tong Pu Ruang Aman, menegaskan bahwa hak atas keadilan bagi keluarga korban harus segera dipenuhi.
Koalisi juga mendasarkan seruannya pada Pasal 100 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menjamin hak setiap warga negara, kelompok, atau lembaga masyarakat untuk berpartisipasi dalam penegakan HAM.
Melalui momentum 24 tahun peristiwa tersebut, Koalisi menyampaikan tiga tuntutan utama:
- Presiden Republik Indonesia segera memerintahkan Panglima TNI untuk memastikan dan mengumumkan keberadaan Aristoteles Masoka yang hilang sejak 10 November 2001.
- Menteri Hukum dan HAM RI menjamin pemenuhan hak atas keadilan bagi keluarga Aristoteles Masoka.
- Ketua Komnas HAM RI segera membentuk Tim Investigasi Independen untuk membuka kembali kasus pembunuhan Theys Eluay dan penghilangan paksa Aristoteles Masoka.
Menolak Lupa
Melalui tema “Menolak Lupa 24 Tahun Penghilangan Paksa Aristoteles Masoka”, Koalisi menegaskan bahwa perjuangan ini bukan sekadar mengenang masa lalu, tetapi merupakan panggilan moral untuk menegakkan hukum dan keadilan bagi korban pelanggaran HAM di Tanah Papua
“Sudah 24 tahun keluarga menunggu, 24 tahun negara diam. Kami menolak lupa. Negara wajib mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan,” tegas Koalisi dalam penutup siaran persnya. (*)