MERAUKE, JELATANEWSPAPUA.COM – Komite Aksi Selamatkan Demokrasi dan Lingkungan Papua Selatan (KOMASDELING Papsel) memperingati Hari Demokrasi Internasional dengan menggelar pernyataan sikap politik di Merauke, Senin (15/9).
Dalam pernyataannya, KOMASDELING Papsel ini menilai praktik demokrasi di Papua masih jauh dari prinsip-prinsip dasar yang seharusnya melindungi hak asasi manusia, kebebasan berpendapat, dan partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan.
Koordinator Umum KOMASDELING Papsel, Ambrosius Nit, menyatakan bahwa demokrasi di Papua hanya dipahami sebatas pemilu lima tahunan, sementara ruang demokrasi rakyat untuk mengatur kehidupan sosial, politik, dan ekonominya justru dibungkam.
“Masifnya perampasan tanah dan meningkatnya pelanggaran HAM di Papua adalah bukti bahwa ruang demokrasi telah tertutup. Pemerintah bekerja demi kepentingan investor dan mengabaikan hak-hak masyarakat adat Papua,” kata Ambrosius.
Kritik terhadap PSN di Merauke
Dalam sikapnya, KOMASDELING Papsel menyoroti Proyek Strategis Nasional (PSN) Merauke seluas 2,3 juta hektar. Proyek ini mencakup pembangunan perkebunan tebu, mekanisasi pertanian, hingga cetak sawah baru yang melibatkan perusahaan-perusahaan besar, Kementerian Pertahanan, dan TNI.
Organisasi ini menilai PSN sebagai “program ilegal dan cacat hukum” karena dilaksanakan tanpa partisipasi bermakna masyarakat adat. Mereka juga menuding aparat militer terlibat dalam intimidasi, manipulasi, hingga pembatasan akses masyarakat ke tanah adat.
“Tanah Papua adalah tanah bertuan yang diwariskan turun-temurun. Kehidupan masyarakat adat Malind, Yei, Kanum, Maklew, hingga Khimahima sangat terikat dengan tanah dan hutan. Kehadiran PSN justru mengancam keberlangsungan hidup mereka,” tulis KOMASDELING dalam pernyataannya.
KOMASDELING juga mengutip Deklarasi PBB tentang Hak Masyarakat Adat (2007) yang menegaskan hak masyarakat adat menentukan prioritas pembangunan serta kewajiban negara untuk melakukan persetujuan bebas tanpa paksaan sebelum melaksanakan proyek yang berdampak pada tanah adat.
Tuduhan terhadap Elit Kapitalis
Selain menolak PSN, KOMASDELING Papsel menuding proyek tersebut dikendalikan oleh jaringan pengusaha besar, termasuk keluarga Fangiono dan Martua Sitorus yang memiliki bisnis perkebunan, sawit, dan gula di berbagai wilayah.
“Negara tunduk pada kepentingan kapitalis pemilik modal. Rakyat Papua tidak pernah menjadi subjek, hanya objek eksploitasi,” tegas Ambrosius Nit.
Tuntutan Politik
Dalam momentum Hari Demokrasi Internasional, KOMASDELING Papsel menyampaikan 36 butir tuntutan politik, Aksi Selamatkan Demokrasi Dan Lingkungan Papua Selatan (KOMASDELING PAPSEL) :
- Tolak Program Strategis Nasional (PSN) seluruh Papua Selatan,
- Tolak pembangunan Battalion di wilayah Papua Selatan,
- Tangkap dan adili budak proyek PSN,
- Mendukung gugatan korban Proyek PSN di Mahkamah Konstitusi,
- Meminta Dewan HAM PBB mendesak pemerintah Indonesia memberikan akses pelopor khusus PBB tentang masyarakat adat untuk melakukan inventigasi Pelanggaran dan Pengabaian dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat Papua
- Tolak pemekaran kabupaten Kimam, Muara Digul, Muyu, Asmat Tengah, Safan, Atmi Korbai,
- Tutup pertambangan Ilegal di Korowai Kombai dan semua pertambangan illegal di Papua Selatan,
- Tolak transmigrasi di seluruh Papua Selatan,
- Tutup semua peredaran miras di Papua Selatan,
- Segera sediakan pasar khusus bagi pedagang asli Papua di pusat kota Merauke,
- Wujudkan pendidikan gratis bagi orang asli Papua Selatan,
- Tutup dan hentikan aktivitas perkebunan Kelapa Sawit di Muting, Distrik Eligobel, Ulilin, Mam, Kaliki, Wayau, Senegi dan lainnya diatas Tanah Papua Selatan,
- Wujudkan pelayanan kesehatan gratis bagi Orang Asli Papua Selatan,
- Hentikan program makan bergizi gratis (MBG) karena hanya menjadi sarang Buruh Rente,
- Stop penangkapan illegal dan kekerasan terhadap masyarakat sipil merauke tanpa prosedur hukum yang jelas.
- Naikan gaji buruh harian pelabuhan Petik Kemas Merauke
- Wujudkan keselamatan kerja yang layak bagi buruh harian Pelabuhan Petik Emas Merauke
- Bebaskan 4 tahanan politik (NRFPB) dan Seluruh tahanan politik yang mendekam dalam penjarah,
- Tarik Militer Organic dan Non Organic dari seluruh wilayah Papua,
- Usut tuntas dan tangkap pelaku penembakan Tobias Silak, Viktor Deal dan Aladili semua pelaku pelanggaran HAM di seluruh Tanah Papua,
- Cabut Undang-Undang TNI l,
- Cabut Undang-Undang Cipta Kerja,
- Turunkan nilai pajak bumi dan bangunan,
- Hilangkan tunjangan DPR yang menyengsarakan rakyat,
- Sediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi orang asli Papua Selatan,
- Pemerintah Papua Selatan segera sediakan tempat penampungan yang layak bagi anak anak terlantar,
- Tangkap dan adili pelaku kekerasan terhadap semua aktivis prodemokrasi di Indonesia dan Papua,
- Hentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak Di merauke dan seluruh Papua,
- Hentikan rencana pengembangan Blok Wabu, Blog Weilan, Blok Warim dan rencana pertambangan lainnya di seluruh tanah Papua,
- Tolak dan hentikan kawasan ekonomi khusus di Sorong, Papua Barat Daya,
- Tutup Freeport Indonesia,
- Segera hentikan Operasi Militer Di Nduga, Intan Jaya, Pegunungan Bintang, Puncak Jaya, Lanni Jaya, Maybrat, Yahukimo dan seluruh tanah Papua
- Segera buka akses jurnalis independen seluas-luasnya di seluruh tanah Papua,
- Mendukung MK membatalkan pasal-pasal dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang melegitimasi perampasan ruang hidup atas nama PSN,
- Gubernur, MRP, Bupati Se-Papua Selatan stop jadi budak PSN untuk rampas, mencuri hutan tanah adat rakyat Marind,
- Bubarkan MRP di seluruh tanah Papua agar berhenti menjadi “budak PSN” yang disebut sebagai instrumen perampasan tanah adat rakyat Marind.
Seruan Persatuan
KOMASDELING Papsel menutup pernyataan sikapnya dengan menyerukan persatuan rakyat Papua Selatan melawan apa yang mereka sebut sebagai “sistem penindasan kapitalis”.
“Hanya persatuan sejati di bawah organisasi rakyat yang terorganisir yang akan membawa kita menuju pembebasan sejati tanpa penindasan dan penghisapan,” tutupnya.