Oleh: Yoo Ondofolo Kampung Babrongko, Ramses Wally, S.H
Dalam konteks antropologi pangan, Sagu merupakan komponen yang sangat vital dalam struktur makanan masyarakat Papua. Bagi masyarakat Sentani, sagu tidak hanya berfungsi sebagai sumber nutrisi utama, tetapi juga memiliki makna kultural yang mendalam, membentuk identitas serta harga diri komunitas tersebut.
Sagu memainkan peran penting dalam kehidupan sosial dan spiritual masyarakat Sentani. Keberadaannya sering kali dikaitkan dengan berbagai aspek kehidupan yang lebih luas, seperti kebahagiaan, kedamaian, dan kesejahteraan. Nilai-nilai ini tercermin dalam berbagai ungkapan dan pandangan hidup masyarakat yang menggambarkan sagu sebagai “sumber kehidupan.”
Bagi warga di empat kampung Yosiba, Yoboy, Simporo, dan Babrongko sagu merupakan aset berharga yang diwariskan secara turun-temurun. Pengelolaan serta pelestarian pohon sagu menjadi prioritas utama, bukan hanya untuk menjaga keberlangsungan hidup generasi sekarang, tetapi juga demi masa depan anak cucu mereka.
Dengan demikian, bagi masyarakat Sentani, sagu bukan sekadar komoditas ekonomi. Ia adalah simbol pelestarian budaya, ketahanan pangan, dan identitas komunitas. Melalui sagu, masyarakat menjaga hubungan harmonis antara manusia, alam, dan leluhur suatu bentuk kearifan lokal yang menegaskan bahwa sagu adalah kehidupan itu sendiri.
Penulis adalah Direktur Asosiasi YOYO MAMA RAMSES WALLY/Babrongko, 22 Oktober 2025