NABIRE, JELATANEWSPAPUA.COM — Ratusan sopir yang tergabung dalam Perkumpulan Sopir Wilayah Meepago mencakup daerah Nabire, Dogiyai, Deiyai, dan Paniai berencana menggelar aksi demonstrasi damai pada Rabu, (15/10), di depan Kantor DPR Provinsi Papua Tengah, Nabire.
Aksi ini merupakan bentuk kekecewaan dan seruan moral para sopir terhadap kondisi jalan Trans Nabire–Ilaga yang kian memprihatinkan, harga bahan bakar minyak (BBM) yang terus melambung, serta maraknya palang jalan liar yang menghambat kelancaran arus transportasi dan ekonomi masyarakat di wilayah Meepago.
Ketua Sopir Mee Pago, Genius Douw, menjelaskan kepada Jelatanewspapua.com bahwa demonstrasi ini adalah bentuk jeritan hati para sopir yang selama ini menjadi tulang punggung transportasi antar kabupaten di wilayah pegunungan tengah Papua.
Menurutnya, pemerintah daerah dan DPR Provinsi Papua Tengah perlu mendengar dan menindaklanjuti keluhan masyarakat bawah yang selama ini berjuang di tengah keterbatasan infrastruktur dan mahalnya biaya operasional.
“Kami sopir-sopir ini adalah penggerak ekonomi daerah. Setiap hari kami antar barang, penumpang, dan kebutuhan pokok ke kampung-kampung. Tapi dengan harga BBM yang tinggi dan jalan yang rusak parah, kami benar-benar menderita. Kami minta pemerintah buka mata dan turun langsung melihat kondisi kami di lapangan,” ungkap Genius Douw, melalui via telpon, Selasa (14/10).
Ia menambahkan bahwa selama ini banyak ruas jalan di Trans Nabire–Ilaga mengalami kerusakan berat. Jalan berlubang, jembatan rusak, hingga longsor di beberapa titik membuat perjalanan menjadi sangat berbahaya. Akibatnya, biaya perawatan kendaraan meningkat, dan waktu tempuh yang seharusnya hanya beberapa jam menjadi berhari-hari.
“Kalau mobil rusak di tengah jalan karena lubang dan batu, siapa yang tanggung? Kami ini bukan pengusaha besar, kami hanya rakyat kecil yang hidup dari hasil ojek dan angkut barang. Kadang kami harus perbaiki mobil pakai uang pinjaman,” tambahnya.
Selain itu, fenomena palang jalan yang kerap dilakukan oleh oknum masyarakat dengan alasan tertentu juga menjadi perhatian serius. Palang-palang jalan sering menyebabkan kemacetan dan mengganggu keselamatan penumpang.
Sopir meminta pemerintah daerah dan aparat keamanan agar menertibkan semua bentuk palang liar, serta membuka dialog dengan masyarakat untuk mencari solusi damai dan manusiawi.
“Kami tidak menolak masyarakat yang punya aspirasi, tapi jangan sampai palang-palang itu jadi kebiasaan. Kami juga mau hidup tenang, kerja aman, dan bisa pulang ke rumah dengan hasil yang cukup,” jelasnya.
Aksi ini direncanakan akan diikuti oleh ratusan sopir dan warga pendukung, serta mendapat pengawalan ketat dari aparat kepolisian dan TNI agar jalannya unjuk rasa tetap damai dan tertib.
Para sopir juga berencana membawa spanduk dan poster aspirasi bertuliskan tuntutan mereka, seperti “Turunkan Harga BBM di Papua Tengah,” “Perbaiki Jalan Trans Nabire–Ilaga,” dan “Hapus Palang Liar, Selamatkan Transportasi Rakyat.”
Sementara itu, beberapa sopir lainnya yang ditemui di Nabire berharap agar aksi ini tidak hanya menjadi rutinitas, tetapi benar-benar mendapat tanggapan serius dari DPR Provinsi Papua Tengah dan Pemerintah Provinsi Papua Tengah. Mereka mendesak agar pemerintah segera menurunkan tim teknis ke lapangan untuk meninjau langsung kondisi jalan dan melakukan langkah perbaikan darurat.
“Kami tidak ingin demo terus. Kami mau kerja, tapi kalau jalan rusak dan BBM mahal, bagaimana kami bisa kerja? Kami hanya ingin pemerintah benar-benar hadir di tengah kesulitan rakyat,” ujar salah satu sopir senior dari Paniai, Obaiuwodi.
Sebagai tambahan, aksi ini diharapkan menjadi momentum evaluasi kebijakan publik** di bidang infrastruktur dan energi. Pemerintah diminta memperhatikan daerah pedalaman Papua yang masih tertinggal secara akses ekonomi dan transportasi.
Kondisi jalan yang baik bukan hanya mempermudah aktivitas ekonomi, tetapi juga menyangkut kesejahteraan, keselamatan, dan masa depan masyarakat lokal.
Rencananya, usai aksi di depan kantor DPR Papua Tengah, para sopir akan menyerahkan surat pernyataan sikap resmi kepada pimpinan DPRD dan dinas terkait, berisi tiga tuntutan utama:
1. Menurunkan harga BBM di wilayah pegunungan Papua Tengah, agar setara dengan harga di wilayah pesisir.
2. Segera memperbaiki ruas jalan Trans Nabire–Ilaga yang rusak berat dan membahayakan pengguna jalan.
3. Menindak tegas palang-palang jalan liar dan membangun mekanisme dialog damai antara masyarakat dan pemerintah.
Aksi sopir Mee Pago ini bukan sekadar protes, melainkan panggilan nurani rakyat kecil yang menuntut perhatian dan keadilan sosial di tanah Papua. (*)