JAYAPURA, JELATANEWSPAPUA.COM – Menjelang peringatan 80 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, kondisi keamanan di Kabupaten Puncak Jaya mendapat sorotan. Beberapa lembaga hukum dan kelompok masyarakat menyampaikan adanya laporan dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terkait operasi pengamanan yang dilakukan oleh Satgas Habema.
Pada Jumat (22/08), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bersama LBH Papua menyerahkan laporan resmi kepada Komnas HAM RI Perwakilan Papua. Laporan tersebut menyoroti munculnya korban serta dampak sosial yang ditimbulkan selama operasi menjelang perayaan HUT RI ke-80.
Di hari yang sama, Mahasiswa Puncak Jaya di Kota Studi Jayapura menggelar aksi damai di depan Kantor DPR Papua. Mereka menyampaikan aspirasi agar pemerintah memperhatikan perlindungan masyarakat sipil serta mendorong penarikan pasukan non-organik dari wilayah Puncak Jaya.
Kronologi Peristiwa
Berdasarkan informasi awal yang dihimpun YLBHI–LBH Papua dari kesaksian warga, operasi pengamanan dilakukan di Kampung Oholumu, Distrik Mewoholu, pada 7 Agustus 2025. Pada malam hari, seorang anak perempuan berusia 13 tahun diduga terkena tembakan saat keluar rumah membawa senter.
Keesokan harinya, korban ditemukan keluarga dalam kondisi tidak sadarkan diri dengan luka tembak di paha kanan. Ia segera dilarikan ke RSUD Mulia untuk mendapat penanganan medis.
Dalam keterangan terpisah, pihak TNI melalui Kepala Penerangan menyebutkan bahwa memang terjadi kontak tembak di wilayah tersebut pada 8 Agustus 2025. Namun, warga setempat menginformasikan adanya kerusakan rumah dan fasilitas gereja akibat operasi.
Dampak yang Dirasakan Warga
Beberapa hal yang dilaporkan terjadi antara lain:
1. Kerusakan pada sejumlah rumah warga dan fasilitas Gereja GIDI.
2. Seorang anak berusia 13 tahun menjadi korban luka tembak dan saat ini dalam perawatan intensif di RSUD Mulia.
3. Puluhan warga Kampung Oholumu dan sekitarnya memilih mengungsi sementara karena merasa khawatir akan keselamatan mereka.
Sorotan Hukum dan HAM
LBH Papua dalam laporannya menilai peristiwa ini perlu diperiksa lebih lanjut, terutama dalam kerangka perlindungan warga sipil sesuai hukum nasional dan internasional. Mereka merujuk pada Konvensi Jenewa 1949 serta Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang menekankan kewajiban negara memberikan perlindungan khusus bagi anak di wilayah konflik.
Desakan dan Harapan
YLBHI, LBH Papua, dan mahasiswa Puncak Jaya menyampaikan beberapa poin desakan kepada Komnas HAM Papua, antara lain:
1. Membentuk tim investigasi independen untuk memverifikasi fakta di lapangan.
2. Menghentikan operasi militer di kawasan pemukiman sipil, khususnya menjelang HUT RI ke-80.
3. Memastikan korban mendapat perawatan medis dan pemulihan psikologis.
4. Memberikan jaminan keamanan agar warga dapat kembali ke kampung halaman mereka.
Aksi Damai Mahasiswa
Dalam aksi damai di depan Kantor DPR Papua, mahasiswa membawa poster berisi seruan penghentian operasi militer dan perlindungan bagi warga sipil. Mereka juga meminta DPR Papua memanggil TNI–Polri untuk memberikan penjelasan resmi terkait operasi di Puncak Jaya.
Penutup
Hingga berita ini diterbitkan, Komnas HAM RI Perwakilan Papua belum mengeluarkan pernyataan resmi mengenai laporan tersebut. Situasi keamanan di Puncak Jaya masih menjadi perhatian, sementara sebagian warga memilih mengungsi ke daerah yang dianggap lebih aman.(*)