MANOKWARI, JELATANEWSPAPUA.COM – Sejumlah mahasiswa Universitas Papua (UNIPA) kembali menggelar aksi demonstrasi jilid II untuk menyuarakan penolakan terhadap nota kesepahaman (MoU) antara UNIPA dan PT Freeport Indonesia.
Aksi ini dipimpin langsung oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNIPA dan berlangsung di area kampus UNIPA, Manokwari, Papua Barat, pada Selasa (05/08).
Massa aksi melakukan long march dari depan Sekretariat BEM hingga ke Gedung Rektorat UNIPA, dan kemudian memblokade akses masuk sebagai bentuk tekanan terhadap pihak kampus.
MoU yang ditandatangani pada 25 April 2025 lalu dinilai mahasiswa tidak mencerminkan komitmen terhadap pemerataan akses pendidikan, terutama bagi mahasiswa Orang Asli Papua (OAP).
“Kami sudah dua kali menyampaikan aspirasi lewat audiensi, namun tidak mendapat tanggapan yang jelas. Hari ini, kami palang rektorat sebagai bentuk sikap tegas kami agar pihak kampus benar-benar mendengarkan,” ujar Koordinator Lapangan Umum, Yohanis Pigai, dalam orasinya.
Presiden Mahasiswa UNIPA, Yenusson Rumaikeuw, menyatakan bahwa mahasiswa menuntut agar biaya kuliah, seperti SPP/UKT, dipotong atau digratiskan bagi mahasiswa OAP.
Menurutnya, hal itu sesuai dengan semangat awal kerja sama yang diklaim bertujuan mendukung pendidikan dan pemberian beasiswa bagi putra-putri Papua.
“Kami akan tetap menjaga aksi pemalangan ini. Jika ada upaya membuka paksa tanpa persetujuan mahasiswa, kami akan bersikap tegas,” tegas Yenusson.
Aksi tersebut mendapat respons dari pihak kampus. Wakil Rektor III dan Wakil Rektor IV menemui mahasiswa dan menyampaikan bahwa penyampaian aspirasi merupakan hak mahasiswa yang diakui, dan pihaknya akan meneruskan tuntutan tersebut ke Rektor UNIPA.
“Aspirasi yang disampaikan hari ini kami hargai dan akan diteruskan ke Rektor untuk ditindaklanjuti. Kami mohon mahasiswa menunggu proses yang sedang berjalan,” ujar salah satu pimpinan kampus.
Merespons hal itu, Presiden Mahasiswa menegaskan bahwa mahasiswa bersedia menunggu keputusan resmi dari pimpinan universitas, namun blokade akan tetap dipertahankan hingga tuntutan mendapat kejelasan.
“Kami tunggu respons resmi dari Rektor, tapi pemalangan tidak akan dibuka sebelum ada jawaban yang pasti,” tutup Yenusson. (Derek Kobepa)