Oleh: Honny Pigai
Rasisme adalah salah satu bentuk penindasan yang telah lama mencemari hubungan antar manusia. Di mana pun ada rasisme di situ meninggalkan luka yang mendalam, mengikis kemanusiaan, dan menimbulkan perpecahan dalam masyarakat. Di Indonesia, rasisme terhadap orang Papua adalah salah satu contoh paling mencolok dari bagaimana prasangka rasial dapat menciptakan penderitaan yang mendalam dan berkelanjutan. Rasisme ini bukan sekadar ketidakadilan sosial, tetapi telah mencapai tingkat kejahatan kemanusiaan, merusak martabat, identitas, dan hak-hak dasar manusia dari warga Papua.
Diskriminasi Rasial
Papua adalah wilayah dengan sejarah yang kompleks dan sering kali tragis. Sejak integrasinya ke Indonesia pada tahun 1969, warga Papua telah mengalami berbagai bentuk diskriminasi rasial. Diskriminasi ini bermula dari prasangka dan stereotip yang merendahkan orang Papua sebagai “berbeda” “hewan”dan “terbelakang,” berdasarkan warna kulit, ciri fisik, dan budaya mereka. Stereotip ini digunakan untuk melegitimasi marginalisasi dan pengucilan mereka dari kehidupan sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia.
Selama bertahun-tahun, orang Papua telah dijadikan objek diskriminasi di berbagai bidang. Di tempat-tempat umum, sekolah, dan tempat kerja, warga Papua sering kali menghadapi perlakuan yang tidak adil, pelecehan verbal, dan kekerasan fisik. Rasisme terhadap orang Papua juga terwujud dalam bentuk kebijakan pemerintah yang diskriminatif, seperti kurangnya akses terhadap pendidikan berkualitas, layanan kesehatan, dan peluang ekonomi. Ketidakadilan ini diperparah oleh kebijakan pembangunan yang sering kali mengabaikan kepentingan dan hak-hak masyarakat adat Papua, sehingga menciptakan kesenjangan sosial-ekonomi yang semakin lebar.
Rasisme sebagai Kejahatan Kemanusiaan
Rasisme terhadap orang Papua bukan sekadar tindakan individu, melainkan telah menjadi bagian dari struktur sosial yang menindas. Ketika rasisme menjadi sistemik, ia melampaui diskriminasi sehari-hari dan menjadi kejahatan kemanusiaan. Kejahatan kemanusiaan didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematis terhadap populasi sipil, termasuk pembunuhan, penyiksaan, penghilangan paksa, dan penganiayaan berdasarkan identitas rasial atau etnis. Rasisme terhadap orang Papua memenuhi kriteria ini karena mencakup perlakuan yang tidak manusiawi, pelecehan, dan kekerasan yang berkelanjutan terhadap mereka berdasarkan identitas rasial mereka.
Baca Juga:LBH Pers dan Polisi Serahkan Bukti di Sidang Kasus Teror Bom Victor Mambor
Contoh nyata dari rasisme sebagai kejahatan kemanusiaan dapat dilihat dalam berbagai insiden kekerasan yang dilakukan terhadap warga Papua. Misalnya, insiden rasisme yang terjadi di Surabaya pada tahun 2019, di mana mahasiswa Papua diperlakukan dengan kekerasan dan dihina dengan kata-kata yang merendahkan martabat mereka, menyoroti betapa mendalamnya rasisme dalam masyarakat Indonesia. Tindakan-tindakan seperti ini bukan hanya melanggar hak-hak individu, tetapi juga merupakan serangan terhadap seluruh komunitas Papua, yang direndahkan dan dihilangkan kemanusiaannya.
Baca Juga: Merawat Pendidikan Menangkan Kehidupan
Selain itu, operasi militer dan tindakan kekerasan oleh aparat keamanan terhadap warga sipil Papua sering kali didasarkan pada prasangka rasial. Warga Papua sering kali dicurigai sebagai separatis atau pemberontak hanya karena identitas etnis mereka, yang berujung pada tindakan represif yang brutal. Dalam banyak kasus, kekerasan ini dilakukan tanpa memandang usia, gender, atau status sosial, sehingga menimbulkan penderitaan yang meluas dan berkepanjangan.
Dampak Rasisme
Rasisme memiliki dampak yang sangat merusak pada identitas dan martabat orang Papua. Perlakuan yang diskriminatif dan merendahkan martabat mereka secara sistematis telah menciptakan perasaan teralienasi dan terpinggirkan. Orang Papua sering kali merasa bahwa mereka tidak diakui sebagai warga negara yang setara di Indonesia, yang hak-haknya dihormati dan dijamin oleh negara.
Baca Juga: Katekis Karel Tebai Mendapatkan 2 Piagam
Pengalaman sehari-hari dengan rasisme juga telah menimbulkan trauma yang mendalam pada banyak orang Papua. Trauma ini tidak hanya disebabkan oleh kekerasan fisik, tetapi juga oleh kekerasan psikologis yang terus-menerus dialami. Rasa tidak aman, ketakutan, dan perasaan tidak berdaya yang ditimbulkan oleh rasisme memiliki dampak jangka panjang pada kesehatan mental dan kesejahteraan orang Papua.
Baca Juga: Sejarah Singkat Goa Jepang di Biak, Papua
Lebih jauh lagi, rasisme telah merusak hubungan antara orang Papua dan masyarakat Indonesia lainnya. Rasisme menciptakan jurang pemisah yang mendalam antara komunitas, mendorong sikap saling curiga, dan menghalangi terciptanya dialog yang konstruktif. Ketidakpercayaan yang ditimbulkan oleh rasisme membuat sulit untuk membangun solidaritas dan kerja sama yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah-masalah mendasar yang dihadapi oleh Papua.
Upaya Melawan Rasisme
Meskipun rasisme terhadap orang Papua telah berlangsung selama bertahun-tahun, perlawanan terhadapnya juga harus terus tumbuh. Aktivis hak asasi manusia, baik dari Papua maupun dari wilayah lain di Indonesia, telah dan harus terus bekerja keras untuk mengangkat isu rasisme dan mendesak adanya perubahan. Demonstrasi besar-besaran yang terjadi setelah insiden di Surabaya pada tahun 2019 adalah salah satu contoh bagaimana masyarakat Papua dan pendukung mereka di seluruh Indonesia menolak rasisme dan menuntut keadilan.
Baca Juga: Pigai dan Masa Depan Orang-Orang Hitam di Indonesia
Gerakan anti-rasisme ini tidak hanya penting untuk melawan diskriminasi rasial, tetapi juga untuk membangun kesadaran nasional tentang pentingnya penghormatan terhadap keberagaman. Melalui kampanye, pendidikan, dan dialog, masyarakat dapat diajak untuk memahami dampak merusak dari rasisme dan pentingnya membangun masyarakat yang lebih inklusif dan adil.
Baca Juga: RPHAM Papua Nilai Pembungkaman Ruang Demokrasi di Nabire Langgar UU Berpendapat Dimuka Umum
Upaya melawan rasisme juga harus melibatkan reformasi kebijakan di tingkat nasional. Pemerintah harus mengambil langkah-langkah konkret untuk mengakhiri diskriminasi sistemik terhadap orang Papua, termasuk dengan memastikan bahwa mereka memiliki akses yang setara (terhadap pendidikan, pekerjaan, layanan kesehatan, dan hak-hak dasar lainnya). Selain itu, harus ada akuntabilitas yang tegas terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan atas dasar rasisme, dengan memastikan bahwa pelaku kekerasan dihukum sesuai dengan hukum. Kalau tidak akan terkesan negara sedang memelihara pelaku rasis.
Baca Juga: AWP Sesalkan Tindakan Polisi Terhadap 4 Jurnalis Papua di Nabire
Perjuangan melawan rasisme adalah bagian dari perjuangan yang lebih luas untuk menegakkan hak asasi manusia dan keadilan sosial di Indonesia. Dengan mengakui rasisme sebagai kejahatan kemanusiaan dan berkomitmen untuk mengakhirinya, kita dapat membantu menciptakan masa depan di mana semua orang, termasuk orang Papua, dapat hidup dengan martabat dan kesetaraan. Ini adalah langkah penting menuju terciptanya masyarakat yang lebih adil. (*)
* Penulis adalah Imam Katolik di Timika