ADVERTISEMENT
  • Home
  • Berita
    • Internasional
    • Nasional
    • Papua
    • Pelosok
  • Artikel Opini
  • Hukum HAM
  • Kesehatan
  • Lingkungan
  • Pendidikan
  • Pers RIlis
  • Ragam
  • Religi
  • Seni Budaya
  • Sosial Ekonomi
  • Wawancara
JELATA NEWS PAPUA
JELATA NEWS PAPUA
  • Home
  • Ragam

    MRP Provinsi Papua Tengah Gelar KKR Seruan Damai di Kabupaten Paniai, Papua Tengah

    Tim Pencaker Kode R Papua Tengah Desak Pemerintah Prioritaskan CASN OAP

    KORMI Mimika Sukses Gelar Gar Free Day, Warga Antusias Nikmati Olahraga & Hiburan 

    Ikuti HAN 2025 di Nabire, Ini Pesan Ny. Tri Tito Karnavian

    Tutup Raker dan Musorprov KONI Papua Tengah, Gubernur: Kami Siap Bekap Ketua Terpilih

    Pemda Kabupaten Paniai Resmi Launching Festival Danau Paniai

    Segera Hentikan Operasi Tambang Emas Ilegal di Kampung Mogodagi

    1 Mei Bagi Papua Hari Aneksasi, Bukan Integrasi

  • Berita
    • All
    • Internasional
    • Nasional
    • Papua
    • Pelosok

    Tani Merdeka Papua Tengah Bidang Peternakan gelar Sosialisasi, Empat Distrik di Nabire Jadi Sasaran

    GAPENSI Langkat Minta APH Segera Periksa Kadis PUTR Langkat

    Pemerintah Distrik Kamu Berdayakan Pemuda Melalui Kelompok Jasa Babat Rumput

    PAPERA Nabire Gelar Sosialisasi, Yulibom Gobai: Bangkitkan Semangat Wirausaha Lokal

    Puskesmas Ugapuga Gelar Mini Lokakarya Lintas Sektoral, Dorong Akreditasi Pelayanan Kesehatan di Kamuu Timur

    Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua Desak Negara Ungkap Keberadaan Aristoteles Masoka yang Hilang 24 Tahun Lalu

    YKKMP: Dua Warga Diduga Dihilangkan Secara Paksa Pasca Operasi Militer di Lanny Jaya

    Forum Independen Mahasiswa West Papua Kecam Militerisasi dan Eksploitasi di Tanah Papua

    Sosialisasi Pendataan Dimulai, Yulius Uti Bangun Kekuatan Petani Lagari Jaya, Nabire 

  • Artikel Opini
    • All
    • Startup

    Victor Yeimo: Evaluasi Kritis 63 tahun UNCEN: Pengetahuan, Kekuasaan, dan Penjajahan

    Rambut Putih, Cahaya Tak Padam: Kesaksian Elias tentang Pastor Nato Gobay

    Sagu: Sumber Kehidupan dan Identitas Budaya Masyarakat Sentani

    Satu Abad Nubuat I.S Kijne, Victor Yeimo : Papua Hanya Akan Bangkit Bila Memimpin Dirinya Sendiri

    Festival Budaya Paniai: Menyalakan Kembali Api Warisan Leluhur

    Dari Jalanan Menuju Kepemimpinan: Bupati Paniai Dekat dengan Anak-Anak Jalanan

    Aktivis Kemanusiaan Papua : Orang Papua Ingin Merdeka di Atas Tanahnya Sendiri

    Belajar dari Beberapa Perempuan Pondasi Gereja dan Bangsa

    Sejarah Mencatat: Yampit Nawipa Hadirkan Artis Legendaris PNG di Ajang HUT Paniai Ke-29

  • Hukum HAM

    Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua Desak Negara Ungkap Keberadaan Aristoteles Masoka yang Hilang 24 Tahun Lalu

    YKKMP: Dua Warga Diduga Dihilangkan Secara Paksa Pasca Operasi Militer di Lanny Jaya

    Forum Independen Mahasiswa West Papua Kecam Militerisasi dan Eksploitasi di Tanah Papua

    SKP Se-Papua Serukan Hentikan Operasi Militer dan Evaluasi Proyek Strategis Nasional di Tanah Papua

    Anak Kecil Ditembak TNI di Intan Jaya, Masyarakat Bergerak Selamatkan Korban Ke RUSD

    Kontak Tembak di Intan Jaya, 3 Anggota TPNPB Tewas, Warga Mengungsi

    Tim Kemanusiaan Papua Ungkap Dugaan Penghilangan Paksa dan Krisis Pengungsi di Lanny Jaya

    Rakyat Intan Jaya Gelar Aksi Damai Tuntut Pengusutan Kasus “Soanggama Berdarah”

    PK Papua Tengah Desak Gubernur dan Menteri HAM Tangani Krisis Kemanusiaan di Intan Jaya

  • Kesehatan

    Sosialisasi HIV/AIDS di GPDI Enarotali: Gereja dan KPA Paniai Bersatu Menangkal Stigma dan Meningkatkan Kesadaran Umat

    Bupati Dogiyai Teken Komitmen Akreditasi RSUD Pratama Dogiyai

    Kerawam Teluk Cenderawasih Gelar Seminar Kesehatan Bahas Dampak Makanan dan Minuman Kemasan

    Misi Kemanusiaan dari Rumah Tuhan: KPA Paniai Sosialisasi HIV/AIDS di Gereja GKI Jemaat Betlehem Madi 

    Warga Keluhkan Pelayanan RSUD Paniai: “Tidak Seperti Dulu Saat dr. Agus Pimpin”

    KPA Paniai dan KPA Provinsi Papua Tengah Gelar Konsolidasi Supervisi Program Kerja Sinergi Penanggulangan HIV/AIDS

    KPA Paniai Gelar Penyuluhan HIV/AIDS bagi Temu Pembina Sekami di Paroki KSP Dauwagu Dekenat Paniai 

    KPA Paniai Gelar Pemeriksaan Massal HIV/AIDS di Lingkungan Pemerintah Kabupaten: Yampit Nawipa Ajak Semua Pihak Peduli Kesehatan

    Dinkes Deiyai Salurkan Obat dan Alat Kesehatan ke Distrik Bowobado dan Kapiraya Lewat Helikopter

  • Lingkungan

    Tani Merdeka Papua Tengah Bidang Peternakan gelar Sosialisasi, Empat Distrik di Nabire Jadi Sasaran

    Sosialisasi Pendataan Dimulai, Yulius Uti Bangun Kekuatan Petani Lagari Jaya, Nabire 

    Kepala Distrik Tigi Timur, Yulianus Doo Dapat Pujian Warga Usai Bantu Orang Tua Tak Berdaya

    PAPERA Kabupaten Deiyai Gelar Sosialisasi Bersama Masyarakat

    Kadis Kamuu Selatan Tinjau Muara Kali Edege, Bupati Dogiyai Rekrut Honorer Pembersih Sampah

    Tani Merdeka Deiyai Mulai Sosialisasi Perdana di Distrik Tigi Timur

    KNPB Tanggapi Pernyataan Jubir TPNPB Sebby Sambom: Serukan Persatuan, Tolak Perpecahan

    Ketua DPW Tani Merdeka Papua Tengah Tegaskan Pentingnya Kepatuhan Hukum dan Etika Pelayanan Publik

    Mubes Ke-VII IPPMMAPI Se-Nabire Berjalan Sukses, Lahirkan Semangat Baru Generasi Piyayita

  • Pendidikan

    Dari Rumah Pribadi ke Sekolah Negeri: Perjuangan Panjang TK Waikato Paapaa Aikai Akhirnya Berbuah Manis

    TK Negeri Waikato Paapaa Aikai Gelar Kegiatan Parenting dan Pembagian Seragam untuk Peserta Didik

    Kemendikdasmen Resmi Buka Seleksi PPG Calon Guru 2025, Pendaftaran Dimulai 14 Oktober

    Sistem Pendidikan Era Otsus di Tanah Papua

    Peran Guru Dalam Mengelola Kurikulum Deep Learning Berbasis Kontekstual Papua

    Kepala Kampung Idakotu Salurkan Bantuan Dana untuk Siswa SMKN 1 Dogiyai

    Ambrosius Tigi Salurkan Beasiswa untuk Pelajar dan Mahasiswa Asal Kampung Kimupugi

    Kisah Inspiratif Yapen Halerohon: Dari Poik Hingga Meraih Gelar Sarjana di Universitas Jenderal Soedirman

    IPMKY Merauke Kecam Tindakan Rasisme yang Picu Kerusuhan di Yalimo

  • Religi

    Biro Pemuda Klasis Nabire Gelar Ibadah Bulanan, Pengkhotbah: Ajak Pemuda Bertobat Sebelum Hari Penghakiman

    Perayaan HUT ke-16 Jemaat Pos PI Maranatha Gereja Kingmi Berlangsung Penuh Sukacita dan Kebersamaan

    Pemda Fakfak Dukung Perayaan 132 Tahun Misi Katolik di Tanah Papua

    Pembinaan Karakter dan Iman, Paroki KSP Dakabo Jadi Tuan Rumah Temu Pembina SEKAMI Dekenat Paniai 

    Pemuda Gereja Kingmi di Tanah Papua Rayakan 50 Tahun Biro Pemuda-Pemudi Klasis Kamuu

    Panitia Perayaan 132 Tahun Misi Katolik di Tanah Papua Resmi Terbentuk

    MRP Pokja Agama Serukan “Tetodei” di Dogiyai: Damai Harus Datang dari Hati Masyarakat Sendiri

    Perjuangan Yang Panjang Akhirnya Uskup Manokwari-Sorong Resmikan Gereja Santo Yoseph Pekerja Brongkendik

    FKUB Kab. Dogiyai Salurkan Bantuan untuk Gereja Katolik Stase Sta. Maria Magdalena Putapa

  • Video
No Result
View All Result
JELATA NEWS PAPUA
No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Artikel Opini
  • Internasional
  • Nasional
  • Papua
  • Pelosok
  • Hukum HAM
  • Kesehatan
  • Lingkungan
  • Pendidikan
  • Pers RIlis
  • Ragam
  • Religi
  • Seni Budaya
  • Sosial Ekonomi
  • Wawancara
Home Sastra

Di Senja Teluk Cenderawasih, Yonike Bicara tentang Identitas yang Tak Bisa Dipadamkan

by Redaksi
24 Oktober 2025
in Sastra
0
SHARES
37
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Karya: Gusanncladote

Langit senja di Teluk Cenderawasih memantulkan cahaya oranye keemasan. Ombak kecil berkejaran di bibir Pantai Budi, Nabire, sementara angin laut berembus lembut membawa aroma garam dan cerita masa lalu. Di sana, di antara cahaya yang mulai meredup, seorang perempuan muda berdiri tegak dengan wajah yang dilukis biru-putih dan bintang merah di dahinya. Namanya Yonike Melanesia.

Ia berdiri memandangi laut lepas yang tak bertepi, seperti sedang berbicara dengan dirinya sendiri. Di sekelilingnya, beberapa anak muda Papua duduk melingkar di pasir. Mereka menunggu Yonike berbicara, seperti menunggu datangnya fajar di tengah malam panjang.

Human & Safety

“Identitas bukan sekadar warna,” katanya pelan tapi tegas. “Ini tentang jiwa yang tidak bisa dipadamkan.” Suaranya tenggelam sejenak oleh bunyi ombak yang berdesis, namun setiap kata terasa menggema di dada pendengarnya.

Bagi Yonike, sore itu bukan sekadar pertemuan komunitas. Itu adalah panggung kecil untuk menegaskan sesuatu yang selama ini ditakuti banyak orang untuk diucapkan: bahwa menjadi Papua adalah hak, bukan kesalahan.

Ia lahir dan besar di Nabire, di sebuah rumah panggung tak jauh dari pasar Oyehe. Ibunya seorang guru sekolah dasar, sementara ayahnya nelayan yang gemar menulis puisi di sela waktu melaut. Dari keduanya, Yonike belajar dua hal: ilmu dan keberanian.

Ketika usianya baru dua belas tahun, ayahnya tak kembali dari laut. Ia hilang dalam operasi keamanan di wilayah pesisir. Tak ada kabar, tak ada kubur. Sejak hari itu, laut yang dulu ia cintai berubah menjadi kenangan yang menyesakkan dada.

Namun laut pula yang mengajarinya tentang kesabaran. Di setiap ombak yang datang, Yonike belajar menerima kenyataan, tapi juga belajar menolak dilupakan.

“Ibu selalu bilang, jangan biarkan orang lain menulis siapa dirimu. Kau yang harus menulisnya,” ujar Yonike kepada teman-temannya.

Kalimat itu menjadi pegangan hidupnya. Ia tumbuh menjadi perempuan yang tak gentar bicara tentang hal-hal yang dianggap tabu. Dari ruang kuliah di Universitas hingga warung kopi di Nabire, Yonike selalu punya cerita tentang identitas, luka, dan kebanggaan.

Beberapa tahun terakhir, ia mendirikan komunitas “Ruang Cerita Papua”. Tempat itu menjadi wadah bagi anak-anak muda untuk menulis, berdiskusi, dan mengenal sejarah daerah mereka sendiri.

“Kami tidak ingin hanya dikenal karena berita konflik,” katanya. “Kami ingin dunia tahu bahwa Papua juga punya suara, puisi, dan cinta.”

Setiap sore, setelah semua selesai, Yonike selalu kembali ke Teluk Cenderawasih. Di sanalah ia merasa paling jujur dengan dirinya sendiri. Laut menjadi cermin tempat ia menatap siapa sebenarnya dirinya.

“Kalau ombak bisa bicara,” ujarnya sambil tersenyum, “mungkin dia akan bilang kita semua berasal dari air yang sama, hanya warnanya berbeda.”

Di wajahnya, cat biru dan putih mulai luntur terkena angin laut. Tapi semangat di matanya justru semakin terang. Ia tahu, simbol itu bukan sekadar warna. Itu adalah pengingat akan keberadaan dirinya, akan bangsa yang pernah terluka tapi tak pernah mati.

Dalam beberapa kesempatan, Yonike sempat dipanggil untuk dimintai klarifikasi oleh pihak keamanan. Namun ia selalu menjawab dengan tenang, “Saya tidak mengajarkan perlawanan. Saya mengajarkan cinta pada jati diri.”

Ketegasan itu membuatnya dihormati banyak orang, tapi juga diawasi. Yonike tahu, setiap langkahnya bisa jadi diperhatikan. Meski begitu, ia tak pernah mundur.

“Kalau saya berhenti bicara, siapa yang akan melanjutkan?” katanya lirih. “Anak-anak di sini butuh cerita yang membuat mereka bangga menjadi siapa mereka.”

Anak-anak yang dia maksud adalah murid-murid tempat ia mendirikan kelompok cerita. Setiap Senin pagi, Yonike meminta mereka menyebutkan nama suku dan kampung asalnya dengan bangga. “Kita semua berbeda, tapi kita satu dalam tanah ini,” katanya.

Sore itu, di tepi teluk, ia kembali berbicara di hadapan komunitasnya. Topik diskusi sederhana: bagaimana cara mempertahankan budaya di tengah arus modernisasi. Tapi di balik kesederhanaan itu, tersimpan makna besar, tentang mempertahankan akar di tengah badai.

Beberapa anak muda tampak mencatat. Beberapa lainnya hanya menatap laut bersama Yonike, seperti mengerti bahwa kata-kata terkadang tak perlu banyak diucapkan.

Ketika matahari benar-benar tenggelam, langit Nabire berubah ungu gelap. Lampu-lampu kapal nelayan mulai berkelip di kejauhan. Yonike menutup catatannya, lalu memungut sebutir batu kecil dan melemparkannya ke laut.

“Setiap kata yang kita ucapkan,” katanya pelan, “akan jadi riak. Dan riak kecil itu bisa tumbuh jadi gelombang.”

Angin bertiup lembut, membawa aroma laut dan suara jangkrik. Yonike duduk diam, menatap laut yang hitam berkilau. Dalam diam, ia tahu perjuangannya baru dimulai.

Menjadi Papua, baginya, bukan sekadar soal kulit dan simbol. Ini tentang hak untuk diakui, didengar, dan dihargai. Tentang hak untuk hidup dengan kepala tegak di tanah sendiri.

“Kalau saya hilang suatu hari nanti,” ujarnya, “biarlah orang tahu bahwa saya pernah berdiri di sini, di tepi Teluk Cenderawasih dan berkata: Kami adalah Papua.”

Dan di antara suara ombak yang menepuk karang, senja yang memudar perlahan berubah menjadi malam. Tapi semangat Yonike tetap menyala, seperti cahaya kecil di tengah samudra yang luas. Sebab bagi Yonike, jiwa Papua adalah api yang tak akan pernah padam.

Post Views: 554
Tags: Di Senja Teluk CenderawasihYonike Bicara tentang Identitas yang Tak Bisa Dipadamkan
Previous Post

PSI Kukuhkan Paulus Mote Sebagai Ketua DPD Deiyai, Tegaskan Komitmen Politik Bersih di Papua Tengah

Next Post

KPA Paniai Gelar Penyuluhan HIV/AIDS bagi Temu Pembina Sekami di Paroki KSP Dauwagu Dekenat Paniai 

Redaksi

Redaksi

Next Post

KPA Paniai Gelar Penyuluhan HIV/AIDS bagi Temu Pembina Sekami di Paroki KSP Dauwagu Dekenat Paniai 

Papua

Alamat Redaksi

Jl. Trans Nabire-Ilaga KM 200, Kampung Mauwa, Distrik Kamuu, Kabupaten Dogiyai, Papua Tengah.

Browse by Category

  • Artikel Opini
  • Berita
  • Hukum HAM
  • Internasional
  • Kesehatan
  • Lingkungan
  • Nasional
  • Olahraga
  • Papua
  • Pelosok
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pers RIlis
  • Politik
  • Puisi
  • Ragam
  • Religi
  • Sastra
  • Seni Budaya
  • Sosial Ekonomi
  • Sosok/Tokoh
  • Startup
  • Surat Terbuka
  • Video
  • Wawancara
  • Redaksi
  • Tentang JNP
  • Hubung Kami
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber

Hak Cipta Jelata News Papua © 2024 All rights reserved

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Internasional
    • Nasional
    • Papua
    • Pelosok
  • Artikel Opini
  • Hukum HAM
  • Kesehatan
  • Lingkungan
  • Pendidikan
  • Pers RIlis
  • Ragam
  • Religi
  • Seni Budaya
  • Sosial Ekonomi
  • Wawancara

Hak Cipta Jelata News Papua © 2024 All rights reserved