NABIRE, JELATANEWSPAPUA.COM – Badan Pengurus Komite Nasional Papua Barat (BPW-KNPB) Teluk Cenderawasih, Nabire, memperingati 63 tahun lahirnya New York Agreement yang ditandatangani pada 15 Agustus 1962. Dalam momentum tersebut, KNPB menyampaikan tujuh poin pernyataan politik yang menyoroti dampak perjanjian itu terhadap masa depan Papua.
Juru bicara KNPB Teluk Cenderawasih, Krish Mote, menyebut New York Agreement merupakan produk politik global yang dirancang untuk mengamankan kepentingan Amerika Serikat di tengah ketegangan Perang Dingin. Menurutnya, perjanjian itu mengabaikan hak politik bangsa Papua Barat yang kala itu tengah dipersiapkan menjadi sebuah negara merdeka oleh Belanda.
“Sejak administrasi wilayah diserahkan ke Indonesia, rakyat Papua Barat terus mengalami pelanggaran HAM, eksploitasi sumber daya alam, serta marginalisasi karena arus transmigrasi,” ujar Krish dalam keterangan pers, Jumat (15/08).
Tujuh Poin Pernyataan KNPB
Dalam momentum peringatan 63 tahun New York Agreement, KNPB Teluk Cenderawasih menyampaikan tujuh butir sikap politik sebagai berikut:
1. Pemerintah Belanda diminta segera bertanggung jawab atas hak politik bangsa Papua yang telah dideklarasikan pada 1 Desember 1961, ketika wilayah Papua masih berada di bawah administrasi Nederland Nieuw Guinea.
2. Pemerintah Indonesia diminta bertanggung jawab atas operasi Trikora 19 Desember 1961 yang dinilai mencederai hak politik bangsa Papua. Operasi itu dianggap bertentangan dengan Piagam PBB Pasal 73 tentang pemberian kemerdekaan bagi wilayah jajahan serta Bab XII Pasal 75–80 tentang sistem perwalian internasional.
3. Penghentian operasi militer di seluruh wilayah konflik bersenjata di Papua. KNPB mendesak pemerintah Indonesia mencari solusi penyelesaian konflik secara damai dan bermartabat.
4. Peninjauan isi New York Agreement 1962 oleh Indonesia, Belanda, dan PBB. Menurut KNPB, hingga kini rakyat Papua tidak menerima hasil Pepera 1969 dan masih mengklaim 1 Desember 1961 sebagai hari kemerdekaan bangsa Papua.
5. Penolakan Pepera 1969. KNPB menegaskan bahwa hasil Pepera tidak sesuai dengan ketentuan New York Agreement sehingga klaim kedaulatan Indonesia di Papua berdasarkan Resolusi 2504 dinilai tidak sah dan cacat hukum.
6. Desakan kepada Indonesia, Belanda, dan PBB untuk meninjau ulang proses Pepera 1969 yang disebut tidak adil dan tidak demokratis.
7. Referendum Papua. KNPB menegaskan kembali tuntutan agar pemerintah Indonesia sebagai negara demokrasi segera menggelar referendum yang bebas, jujur, demokratis, dan diawasi langsung oleh PBB.
Tuntutan Referendum
KNPB menyebut selama 63 tahun sejak New York Agreement disepakati, rakyat Papua Barat masih menjadi korban dari konsekuensi perjanjian tersebut. Eksploitasi sumber daya alam, pelanggaran HAM, dan marginalisasi sosial disebut sebagai dampak nyata yang masih dirasakan hingga kini.
“Untuk mengakhiri konflik berkepanjangan, kami menegaskan kembali tuntutan referendum yang demokratis dan terawasi oleh PBB,” kata Krish.