• Redaksi
  • Tentang JNP
  • Hubung Kami
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
JELATA NEWS PAPUA
JELATA NEWS PAPUA
  • Home
  • Ragam

    Pemda Kabupaten Paniai Resmi Launching Festival Danau Paniai

    Segera Hentikan Operasi Tambang Emas Ilegal di Kampung Mogodagi

    Dibalik Terali Penjara Tua

    1 Mei Bagi Papua Hari Aneksasi, Bukan Integrasi

  • Berita
    • All
    • Internasional
    • Nasional
    • Papua
    • Pelosok

    Anak Perempuan di Nabire Dilaporkan Hilang, Keluarga Mohon Bantuan Warga

    Pemuda Katolik Papua Tengah Salurkan Bantuan Kemanusiaan ke Pengungsi Ilaga

    Melkianus Tebai Ditunjuk Pimpin Apindo Dogiyai, Begini Harapan DPP Apindo PT

    Diduga Dualisme KAPP Papua Tengah, Sekjen: KAPP Hanya Satu, Tidak ada Dua

    Tim Pelangi Siap Berlaga di Turnamen Voli Bupati Cup Nabire 2025

    TP PKK Kabupaten Dogiyai Gelar Rapat Persiapan Pelantikan

    94 Tim Siap Bertarung di Turnamen Bola Voli Bupati Cup I Nabire

    Soal Dana Suap, Ketua FORPAKOR Papteng: 95 Senator DPD Kapan Diperiksa?

    DPR RI Novita Hardini Tolak Rencana Aktivitas Tambang Nikel di Raja Ampat

  • Artikel Opini
    • All
    • Startup

    Hentikan Kekerasan Terhadap Warga Sipil di Dogiyai dan Buka Ruang Dialog

    Hidup dalam Roh dan Kasih (Rm 8; Gal 5)

    Suara Aktivis Mahasiswa: Buka Mata atas Derita Rakyat Papua!

    TPNPB Hormati Hukum Humaniter

    Dogiyai Antara Pendaftaran CPNS Online dan Pencurian Komputer di Sekolah juga Pengrusakan Jaringan Internet

    Kehadiran Paus Fransiscus di Indonesia Justru Dicederai Oleh Ulah Pemerintah

    Demokrasi Politik dalam Lingkup Otonomi Khusus Papua di Papua

    Lumpuhnya Kebebasan Berpendapat dan Demokrasi di Papua

    Minimalisir Potensi Konflik Pasca Penerimaan CPNS di Papua, Pemerintah Memikirkan Ulang Pendaftaran via Online

  • Hukum HAM

    Tiga Warga Sipil Tewas Ditembak saat Operasi Militer di Intan Jaya

    Satu Warga Sipil Tewas Ditembak di Sinak, Puncak Papua

    Aparat Kepolisian Menembak Warga Sipil di Dogiyai

    Mahasiswa Asal Puncak Klarifikasi dan Cabut Pernyataan ‘Mosi Tidak Percaya’

    SRPD Desak Pihak Keamanan Ungkap Pelaku Kriminal di Dogiyai

    Segera Usut Tuntas Teror Kepala Babi Busuk terhadap Mahasiswa Papua di Bali

    Kaburnya 19 Napi Lapas Nabire, Waket III DPRPT Desak Evaluasi Total Kinerja Petugas

    SRP Bantah Kembali Pembohongan Publik Kapolres Dogiyai dan TNI

    5 Warga Sipil di Dogiyai Jadi Korban Akibat OTK Lempar Batu ke Pos Polisi

  • Kesehatan

    KPA Papua Tengah Gelar Peluncuran Pengurus Baru, Gaungkan Komitmen Ending AIDS 2030

    Dinkes Papua Tengah Imbau Waspada COVID-19

    Dinkes Paniai Gelar Pembukaan Pekan Imunisasi Nasional Polio 1

    Pemkap Paniai Bakal Lakukan Pekan Imunisasi Nasional Polio

  • Lingkungan

    Pemekaran Mapia Raya Dinilai Ancaman bagi Manusia dan Alam

    Bappeda dan Litbang Dogiyai Gelar KLHS RPJMD 2025–2029

    Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua Desak Penghentian Maladministrasi dalam Kasus Tambang Nikel di Raja Ampat

    Mari Kenali Jhon Kayame Sebelum Kebagian Tanah Gratis di Samabusa!

    Musa Boma: DOB di Papua Bukan Solusi, Tapi Ancaman Terhadap Rakyat Papua

    Perindo PT Serukan Aksi Nyata di Hari Lingkungan Hidup

    Walhi Papua: 44 Ribu Hektar Hutan Alam Papua Tengah Telah Hilang

    Maraknya Masalah Sampah di Dermaga Aikai, GPL-PANIAI Gelar Aksi Bersih Sampah

    Masyarakat Adat di SIMAPITOWA Tidak Terima Pembangunan Koramil di Jalan Trans Papua KM 64

  • Pendidikan

    14 Mahasiswa S2 Dogiyai Diwisuda di STT Solo di Bawah Naungan Yayasan YAKBADO

    Mahasiswa Paniai Barat Tolak Pemekaran Kabupaten Usulan Gubernur Papua Tengah

    32 Siswa SD Yakbado Gelar Doa Syukuran Perpisahan

    Mantan Sekretaris DPM Uncen Kritik Kenaikan UKT: Mahasiswa Papua Akan Terpinggirkan

    Dikpora Paniai Gelar Bimtek Bagi Guru PPG 

    Dinas Pendidikan Dogiyai Gelar Sosialisasi ADEM dan ADIK

    SMTK Habakuk Woge Dogiyai Menamatkan 26 Siswa

    Dikpora Dogiyai Sedang Lakukan Pendampingan Kepada Operator Dapodik

    Sejumlah Guru Honorer di Dogiyai Tidak Bisa Daftar Sebagai Peserta PPPK Tahun 2024, Begini Tuntutannya

  • Religi

    Bupati Nabire Kunjungi Wilayah Terpencil, Pemuda Katolik Papua Tengah: Ini Pelayanan Nyata dari Pemimpin Daerah

    Uskup Timika Desak Pemerintah Mencabut Izin Tambang PT. Gag di Raja Ampat

    Bupati Nabire Mesak Magai Letakkan Batu Pertama Kantor GKII

    Kenang Kematian Paus Fransiskus, Umat Katolik di Enarotali Pasang 1000 Lilin  

    Gereja Katolik di Dogiyai Dilahap Si Jago Merah

    Gedung Gereja GKI Harapan Abepura Diresmikan

    GKI Jemaat Betlehem Madi Gelar Peresmian Rumah Tamu

    Kehadiran Paus Fransiscus di Indonesia Justru Dicederai Oleh Ulah Pemerintah

    Melalui Musda I, DPD ICAKAP Papua Tengah Resmi Terbentuk

  • Video
No Result
View All Result
JELATA NEWS PAPUA
No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Artikel Opini
  • Internasional
  • Nasional
  • Papua
  • Pelosok
  • Hukum HAM
  • Kesehatan
  • Lingkungan
  • Pendidikan
  • Pers RIlis
  • Ragam
  • Religi
  • Seni Budaya
  • Sosial Ekonomi
  • Wawancara
Home Sastra

Anton dan Suara dari Bukit

Cerpen fiksi berdasarkan kenyataan tragis di Papua

by Redaksi
20 Juni 2025
in Sastra
0
SHARES
45
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

[Cerpen, PIGAI, honny – QC, 19062025]

Pagi itu, kabut belum juga naik dari lereng kali Wabu, dan di kampung kecil di Intan Jaya, Anton remaja 16 tahun, tengah menyiapkan sarapan untuk adik-adiknya. Ibu Yuli, mamanya, sibuk bakar petatas di dapur, sementara Tony, bapaknya, sedang memperbaiki atap rumah yang bocor semalam. Di sudut rumah, Andre dan Willy bermain kelereng, dan Anisa si bungsu berusia lima tahun sedang asyik bermain sendiri.

Mereka bukan keluarga kaya. Tapi mereka adalah keluarga yang punya cinta. Yang bangun tiap pagi dengan doa dan harapan sederhana: bisa hidup damai.

Human & Safety

Namun di Papua, damai adalah kemewahan.

Sudah berbulan-bulan kampung mereka hidup dalam bayang-bayang tentara. Pesawat tanpa suara mondar-mandir di langit, menandai siapa yang boleh hidup dan siapa yang bisa dilenyapkan. Hari ini giliran siapa? Tak ada yang tahu.

Tiba-tiba, letusan terdengar dari arah perbukitan. Bapak Tony berdiri. “Itu dari dekat jembatan…”

Anton menoleh. “Biar saya cek, Pak.”

“Tidak, kau tetap di sini. Ini bukan urusan anak-anak,” kata Tony. Tapi Anton sudah melompat keluar rumah. Di Papua, anak-anak tumbuh cepat, tak sempat jadi bocah terlalu lama.

Anton tiba di tempat kejadian. Beberapa warga berdiri di balik semak, tubuh mereka gemetar. Di tanah, Pak Lukas, petani tua, tergeletak tak bernyawa. Peluru menembus dada kirinya. Tak ada senjata di dekatnya, hanya noken berisi ubi.

Dua tentara berdiri tak jauh. Salah satu tertawa, “Dia lari, kami pikir dia OPM.”

Warga tak bisa berbuat apa-apa. Siapa pun yang membela, akan jadi sasaran berikut. Anton berdiri diam, tapi dalam dadanya, amarah tumbuh seperti api. Ia menatap tubuh Pak Lukas lalu berlari pulang.

Di rumah, ia menghambur masuk. “Pak! Tentara tembak Pak Lukas! Dia tidak bawa apa-apa. Hanya noken dan ubi!”

Tony menghela napas berat. Ia tahu, suatu saat, giliran mereka akan datang. “Anakku… diamlah dulu. Kita tak bisa buat apa-apa.”

“Tapi kenapa, Pak?! Kenapa kita dibiarkan dibunuh? Kenapa orang Papua dianggap tak punya harga diri?”

Mama Yuli menggenggam tangan Anton. “Karena bagi mereka, kita ini sepele. Tapi bagi Tuhan, kita manusia. Kita berharga. Jangan biarkan kebencian jadi darahmu, Nak.”

Anton menangis. Tapi ia tak tahu, tangisan itu akan jadi yang terakhir sebelum semuanya berubah.

Tiga hari kemudian, tengah malam, bunyi ketukan keras mengguncang pintu.

“Buka pintu! Pemeriksaan!”

Tony membuka pintu dengan hati-hati. Lima tentara menyerbu masuk, senjata terangkat.

“Kami dapat informasi bahwa rumah ini menyimpan logistik pemberontak,” bentak seorang berpangkat.

“Kami hanya keluarga biasa. Tak tahu apa-apa soal itu,” kata Tony tenang.

Tapi tentara tetap menggeledah. Mereka membalik tempat tidur, membuka dapur, bahkan memukul Willy yang menangis karena ketakutan.

Saat Anton mencoba melindungi adiknya, salah satu tentara memukulnya dengan popor senjata. Darah mengalir dari keningnya.

“Tahan dia. Anak ini sering ke bukit. Jangan-jangan penghubung OPM.”

“Itu fitnah! Anak saya tidak bersalah!” jerit Ibu Yuli.

Tapi jeritan itu dibalas peluru.

DOR!

Peluru menembus perut Tony. Ia jatuh, darah mengalir deras. Mama Yuli memeluk suaminya yang sekarat, menjerit, meraung, tapi tentara hanya berkata, “Lawan berarti mati. Ini pelajaran.”

Mereka menyeret Anton keluar rumah.

Andre dan Willy memeluk Mama. Anisa menangis kencang, mengguncang tubuh Papa yang dingin.

Malam itu, keluarga Anton hancur.

Anton dibawa ke pos militer, diinterogasi tanpa alasan. Dipukul, dituduh, diteror. Tapi ia tetap bungkam. Ia hanya anak kampung yang ingin hidup damai. Tapi militer tak butuh jawaban. Mereka butuh kambing hitam untuk membenarkan kebrutalan mereka.

Tiga hari kemudian, mayat Anton ditemukan di sungai. Tubuhnya penuh luka. Lidahnya dipotong. Di tangannya tergenggam gitar kecil, mainan Andre yang sempat ia kantongi sebelum ditangkap.

Berita kematiannya tak masuk televisi nasional. Tak ada konferensi pers. Pemerintah pusat tetap diam, seolah hidup orang Papua bisa dibuang begitu saja.

Di kampung, Ibu Yuli duduk diam. Di hadapannya, dua makam baru: Tony dan Anton. Andre, Willy, dan Anisa duduk di sisinya, memeluk lutut mereka, membisu.

“Mereka bukan binatang…” bisik Yuli, suara nyaris tak terdengar. “Mereka bukan binatang… mereka anakku… suamiku…”

Air matanya mengalir, tapi tangisnya tak keras. Ia telah kehilangan terlalu banyak. Bahkan air mata kini menjadi kemewahan yang sulit dikeluarkan.

Beberapa minggu kemudian, seorang pendeta datang dari kota. Ia membawa rekaman suara Anton yang berhasil diselamatkan dari ponsel milik anak muda yang sempat bersembunyi di hutan.

Dalam rekaman itu, suara Anton terdengar pelan tapi jelas:

“…Jika aku mati, jangan kubur aku di tanah yang diam. Kuburlah aku di bukit, tempat aku bisa melihat kampungku setiap pagi. Orang Papua bukan binatang. Kami manusia. Kami lahir untuk hidup damai. Tapi kalau damai terus dibunuh, aku rela mati sebagai bukti bahwa kami pernah berjuang untuk tetap hidup.”

Rekaman itu beredar diam-diam. Dari kampung ke kampung. Dari tangan ke tangan. Suara Anton jadi nyala kecil di tengah kegelapan. Ia tak sempat jadi orang dewasa. Tapi kata-katanya menyala lebih tajam dari peluru.

Dan di atas bukit Wabu, satu batu besar berdiri.

Terukir di atasnya:

“Di sini tertidur Anton, putra Papua.
Dibunuh karena ia memilih hidup.
Tapi dalam diam, suaranya tetap berdiri.”

 

CATATAN AKHIR

Cerpen ini merupakan karya fiksi berdasarkan kenyataan tragis yang terjadi di Intan Jaya dan wilayah-wilayah konflik lainnya di Papua. Banyak rakyat sipil, terutama Orang Asli Papua, menjadi korban pelanggaran HAM. Cerita ini adalah suara kecil untuk mereka yang tak bisa bersuara, dan jeritan sunyi dari tanah yang telah terlalu lama berdarah.

248
Tags: Cerpen Tentang Anton dan Suara dari BukitOperasi MiliterPapua
Previous Post

Staf Bawaslu dan Pandis 10 Distrik di Dogiyai Tuntut Hak Honor

Next Post

Kontak Senjata di Intan Jaya: 3 Warga Sipil Tewas, TPNPB Klaim Dua Anggota TNI Luka Tembak

Redaksi

Redaksi

Related Posts

Sastra

Misteri Malam

22 Juni 2025
Pemerintahan

Staf Bawaslu dan Pandis 10 Distrik di Dogiyai Tuntut Hak Honor

19 Juni 2025
Next Post

Kontak Senjata di Intan Jaya: 3 Warga Sipil Tewas, TPNPB Klaim Dua Anggota TNI Luka Tembak

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recent News

Anak Perempuan di Nabire Dilaporkan Hilang, Keluarga Mohon Bantuan Warga

23 Juni 2025

Pemuda Katolik Papua Tengah Salurkan Bantuan Kemanusiaan ke Pengungsi Ilaga

23 Juni 2025

Bupati Nabire Kunjungi Wilayah Terpencil, Pemuda Katolik Papua Tengah: Ini Pelayanan Nyata dari Pemimpin Daerah

23 Juni 2025

TPNPB Klaim Tembak Tiga Anggota TNI di Sinak, Papua Tengah

23 Juni 2025
  • Trending
  • Comments
  • Latest

5 Warga Sipil di Dogiyai Jadi Korban Akibat OTK Lempar Batu ke Pos Polisi

24 Mei 2025

4 Orang Jurnalis OAP di Nabire Dihadang, dipukul dan dirampas Hp oleh Polisi

5 April 2024

14 Mahasiswa S2 Dogiyai Diwisuda di STT Solo di Bawah Naungan Yayasan YAKBADO

18 Juni 2025

Kominfo Paniai Sediakan WiFi Gratis bagi Calon CPNS 2024

1 September 2024

Pra Peradilan Penghentian Penyidikan Kasus Teror Bom Victor Mambor ditolak

154

Puluhan Siswa Kelas III SMA Arak Bintang Kejora di Nabire

52

Oya Pigome Optimis Ridho Rahmadi Besarkan Partai Ummat

26

Dibalik Terali Penjara Tua

19

Anak Perempuan di Nabire Dilaporkan Hilang, Keluarga Mohon Bantuan Warga

23 Juni 2025

Pemuda Katolik Papua Tengah Salurkan Bantuan Kemanusiaan ke Pengungsi Ilaga

23 Juni 2025

Bupati Nabire Kunjungi Wilayah Terpencil, Pemuda Katolik Papua Tengah: Ini Pelayanan Nyata dari Pemimpin Daerah

23 Juni 2025

TPNPB Klaim Tembak Tiga Anggota TNI di Sinak, Papua Tengah

23 Juni 2025

Alamat Redaksi

Jalan Trans Nabire-Ilaga KM. 200 Mowanemani, Dogiyai, Papua Tengah

Browse by Category

  • Artikel Opini
  • Berita
  • Hukum HAM
  • Internasional
  • Kesehatan
  • Lingkungan
  • Nasional
  • Olahraga
  • Papua
  • Pelosok
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pers RIlis
  • Politik
  • Puisi
  • Ragam
  • Religi
  • Sastra
  • Seni Budaya
  • Sosial Ekonomi
  • Startup
  • Video
  • Wawancara
  • Redaksi
  • Tentang JNP
  • Hubung Kami
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber

Hak Cipta Jelata News Papua © 2024 All rights reserved

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Internasional
    • Nasional
    • Papua
    • Pelosok
  • Artikel Opini
  • Hukum HAM
  • Kesehatan
  • Lingkungan
  • Pendidikan
  • Pers RIlis
  • Ragam
  • Religi
  • Seni Budaya
  • Sosial Ekonomi
  • Wawancara

Hak Cipta Jelata News Papua © 2024 All rights reserved