FAKFAK, JELATANEWSPAPUA.COM – Suasana penuh sukacita dan bahagia menyelimuti umat Katolik di Brongkendik, saat Gereja Santo Yoseph Pekerja Brongkendik akhirnya diberkati dan diresmikan oleh Uskup Keuskupan Manokwari-Sorong, Mgr. Hilarion Datus Lega, Pr. di Gereja Santo Yoseph Pekerja Brongkendik, di Brongkendik, Fakfak, Papua Barat, Selasa (06/10/2025).
Peresmian ini menjadi momentum bersejarah, bukan hanya bagi umat Katolik Stasi Brongkendik, tetapi juga bagi seluruh masyarakat Katolik di wilayah Fakfak dan Tanah Papua.
Upacara pemberkatan diawali dengan perarakan umat dari halaman gereja lama menuju bangunan baru sambil menyanyikan lagu pujian dan membawa simbol-simbol iman. Umat dari tiga kampung Raduria, Brongkendik, dan Hambriangkendik turut hadir dalam jumlah besar, memenuhi halaman gereja yang kini berdiri megah di atas tanah yang dulunya hanyalah ladang kosong di tepi perbukitan Fakfak.
Perjalanan Panjang Lima Tahun: Dari Rp600 Ribu Menuju Rumah Tuhan
Peletakan batu pertama pembangunan Gereja Santo Yoseph Pekerja dilakukan pada 20 Maret 2021. Saat itu, tidak banyak yang percaya bahwa umat bisa menyelesaikannya tanpa sokongan besar dari luar. Dana awal hanya Rp600 ribu, sumbangan pertama yang dikumpulkan oleh panitia dan umat sendiri. Namun semangat gotong royong, iman, dan kebersamaan menjadi fondasi utama yang membuat proyek ini terus berjalan.
Umat kemudian menggagas “Program Stasi Magi”, sebuah gerakan sukarela berbasis iman dan kasih persaudaraan. Melalui program ini, setiap lingkungan dan kampung mendapat giliran mengadakan aksi sumbangan dan kegiatan sosial, di mana setiap bulan dana terkumpul mencapai Rp 15 juta hingga Rp 30 juta. Hasil inilah yang menjadi modal besar membangun dinding demi dinding rumah ibadah tersebut.
Selain kerja keras umat, pembangunan juga didukung oleh pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan donatur pribadi yang turut memberikan bantuan material, tenaga, dan dukungan moril. Lima tahun kemudian, pada pertengahan tahun 2025, bangunan fisik gereja rampung sepenuhnya menjadi bukti nyata bahwa iman dan persatuan dapat melahirkan keajaiban.
“Kami membangun gereja ini dengan keringat dan doa. Setiap papan dan batu di sini adalah tanda cinta umat kepada Tuhan,” ungkap Egenius Wagab, Ketua Panitia Peresmian dalam keterangan persnya.
Jejak Sejarah Iman: Dari Pastor Le Cocq hingga Generasi Kini
Lokasi Gereja Santo Yoseph Pekerja Brongkendik memiliki makna historis yang dalam bagi Gereja Katolik di Tanah Papua. Tempat ini berhadapan langsung dengan Pulau Warhiranggahbatau yang kini dikenal sebagai Pulau Bone/Bomyum yang disebut sebagai “Pulau Misi Katolik Pertama di Tanah Papua.”
Pada 1 Mei 1895, Pastor Cornelis Le Cocq d’Armandville, misionaris dari Belanda, menginjakkan kaki di Kampung Raduria sebelum menyeberang ke Pulau Warhiranggah untuk membuka pos misi pertama. Di sana, ia membangun relasi dengan penduduk lokal seperti Kodogat (Antonius) Hindom, Mensara (Lukas) Hindom, dan Podpojen (David) Temongmere, yang kelak menjadi penerima baptisan perdana di Papua.
Perjalanan iman ini juga tak lepas dari peran Kapitan Temini Wagap, tokoh berpengaruh dari Kampung Brongkendik. Meskipun awalnya wilayah itu mayoritas Muslim, Kapitan Temini menjadi salah satu tokoh yang membuka jalan dialog dengan Pastor Le Cocq. Dari perjumpaan itulah lahir sejarah baru penyebaran Katolik di Fakfak yang kemudian berkembang menjadi basis umat yang kuat.
Selain para tokoh pria, perempuan-perempuan Katolik juga memainkan peran penting dalam sejarah misi ini. Nama-nama seperti Adriana Kabes, Musnona Kabes, Helena Hegemur, Simuna Temongmere, Marta Gewab, dan Murena Komber dikenang sebagai pelopor pembangunan pos misi pertama di Patikomat, pesisir Kampung Brongkendik tepat di belakang rumah almarhum Lukas Temongmere.
“Kami meneruskan semangat para leluhur iman yang pernah menyambut Pastor Le Cocq di sini. Gereja ini adalah bukti bahwa semangat apostolik itu masih hidup sampai sekarang,” ujar Klementina Ginuni, Ketua Dewan Stasi Santo Yoseph Pekerja.
Dari Umat, Oleh Umat, untuk Umat
Gereja ini berada di bawah naungan Paroki Santa Maria Merapi Fakfak, bagian dari Tim Pastoral Wilayah (TPW) Fakfak, Keuskupan Manokwari–Sorong. Secara administratif, wilayah pelayanannya mencakup tiga kampung utama: Raduria, Brongkendik, dan Hambriangkendik.
Bangunan gereja berdiri megah di atas lahan yang strategis, menghadap langsung ke arah laut simbol keterbukaan terhadap dunia luar dan keberlanjutan misi Katolik di Tanah Papua. Di dalamnya, terdapat altar utama dari kayu pilihan lokal, jendela kaca berwarna yang menggambarkan kisah St. Yoseph Pekerja, dan salib besar di puncak menara yang tampak dari kejauhan, seolah menjadi mercusuar iman bagi umat Fakfak.
“Gereja ini adalah hasil dari cinta umat. Bukan hanya tempat berdoa, tapi pusat kebersamaan, solidaritas, dan pelayanan,” tutur Luis B. Meak, Sekretaris Panitia Peresmian.
Selama prosesi peresmian, suasana haru terasa ketika Uskup Mgr. Hilarion Datus Lega memercikkan air suci ke setiap sudut bangunan, diiringi lagu-lagu rohani dan tangisan bahagia umat yang menyaksikan kerja keras mereka akhirnya membuahkan hasil.
Lebih lanjut, Peresmian Gereja Santo Yoseph Pekerja Brongkendik bukan hanya menandai berakhirnya pembangunan fisik, tetapi juga menjadi awal baru bagi kehidupan rohani umat Katolik Fakfak. Umat berharap, kehadiran gereja ini mampu memperkuat semangat pelayanan pastoral, menumbuhkan iman generasi muda, dan menjadi pusat kegiatan sosial serta edukatif bagi masyarakat setempat.
“Semoga gereja ini menjadi tempat di mana umat bertumbuh dalam kasih Kristus, saling mendukung, dan meneruskan semangat misioner yang diwariskan sejak tahun 1895,” tutup Uskup Mgr. Hilarion Datus Lega dalam homilinya.
Panitia dan seluruh umat mengucapkan terima kasih kepada pemerintah daerah, tokoh masyarakat, para imam, biarawan-biarawati, serta donatur pribadi yang telah membantu hingga gereja ini berdiri megah.
Kini, Gereja Santo Yoseph Pekerja Brongkendik berdiri bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga monumen iman dan bukti kemandirian umat Katolik Papua Barat warisan spiritual yang akan terus hidup di hati generasi selanjutnya.