MIMIKA, JELATANEWSPAPUA.COM – Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ke-29 Kabupaten Mimika pada Selasa (08/10), Pemerintah Kabupaten Mimika melalui Dinas Koperasi dan UMKM secara resmi mengundang Titus Pekei Agiyadokii, penggagas, peneliti, penulis, dan pejuang budaya Noken Papua untuk hadir di Mimika pada tanggal 6–8 Oktober 2025. Dalam kesempatan bersejarah itu, Titus mewakili UNESCO untuk menyerahkan Penghargaan “Noken UNESCO”, sebuah penghargaan bergengsi yang melambangkan pengakuan dunia terhadap warisan budaya Papua.
Penghargaan tersebut menjadi simbol penting bagi masyarakat Papua, karena Noken telah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia oleh UNESCO pada 4 Desember 2012. Noken bukan hanya benda tradisional, melainkan lambang identitas, perdamaian, dan keberlanjutan alam yang mencerminkan kearifan lokal serta peran penting perempuan Papua dalam kehidupan sosial dan budaya di tengah arus globalisasi.
Dalam keterangannya di Mimika, Titus Pekei menjelaskan bahwa Noken berasal dan tersebar di tujuh wilayah budaya besar di Tanah Papua, yaitu wilayah budaya Noken Mamta di Jayapura dan sekitarnya, wilayah budaya Noken Saireri di Biak, Numfor, dan sekitarnya, wilayah budaya Noken Domberai di Manokwari, Sorong, Raja Ampat, dan sekitarnya, wilayah budaya Noken Bomberai di Fak-Fak, Kaimana, dan sekitarnya, wilayah budaya Noken Anim-Ha di Merauke, Boven Digoel, Mappi, Asmat, dan sekitarnya, wilayah budaya Noken La-Pago di Wamena, Oksibil, Nduga, dan Puncak Jaya, serta wilayah budaya Noken Me-Pago di Paniai, Mimika, Intan Jaya, Deiyai, Dogiyai, dan sekitarnya.
Sebagai putra asli Papua, Titus Pekei dikenal luas sebagai tokoh sentral di balik pengakuan Noken oleh UNESCO. Ia adalah penggagas dan penggerak diplomasi budaya Noken Papua ke UNESCO, sekaligus pengembang dan penggerak mama-mama Noken Papua di tujuh wilayah budaya. Melalui Yayasan Ekologi Papua, ia meneliti dan menulis berbagai dokumen serta buku tentang budaya Noken. Sementara melalui Yayasan Noken Papua, Titus terus melestarikan nilai-nilai budaya dan lingkungan dengan memberdayakan perempuan Papua sebagai penjaga warisan leluhur.
Titus juga dikenal sebagai pembawa Noken Perempuan Papua ke markas besar UNESCO di Paris, Prancis, pada 4 Desember 2012, dan setahun kemudian, pada 4 Desember 2013, ia kembali ke Tanah Papua untuk memprakarsai perayaan Hari Noken Sedunia pertama yang kini dirayakan setiap tahun di seluruh Papua. Dalam setiap kegiatannya, ia menegaskan bahwa keberadaan Noken tidak bisa dipisahkan dari kelestarian alam Papua.
Lebih jauh, Titus Pekei mendorong agar pendidikan tentang Noken dan kearifan lokal Papua menjadi bagian wajib dalam kurikulum sekolah di Kabupaten Mimika. Ia juga menggagas gerakan menanam pohon Noken di halaman kantor pemerintahan, sekolah, rumah ibadah, dan tanah kosong lainnya sebagai bentuk nyata pelestarian lingkungan hidup Papua. Menurutnya, upaya ini penting untuk memastikan hutan tropis Papua tetap hijau dan lestari, karena hutan merupakan sumber kehidupan dan identitas bagi masyarakat Papua.
Titus juga mengusulkan agar Pemerintah Kabupaten Mimika menetapkan Peraturan Daerah (Perda) tentang pelestarian Noken dan lingkungan hidup sebagai wujud komitmen bersama seluruh komponen daerah dalam menjaga warisan budaya dan ekologi Papua. “Noken masih ada karena hutan masih dijaga. Jika hutan hilang, maka Noken pun hilang,” tegas Titus Pekei dalam sambutannya.
Komitmen dan perjuangan panjang Titus Pekei dalam melestarikan budaya dan lingkungan menjadikan Noken bukan sekadar benda tradisional, melainkan simbol ketahanan, identitas, dan harapan masyarakat Papua. Melalui perayaan HUT ke-29 Kabupaten Mimika, semangat Noken kembali dihidupkan sebagai warisan budaya dunia yang lahir dari bumi Papua dan kini diakui oleh dunia internasional.