JAKARTA, JELATANEWSPAPUA.COM – Tindakan pembakaran simbol adat Papua, khususnya mahkota Cenderawasih, menuai kecaman keras dari berbagai kalangan. Salah satunya datang dari Anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Papua, Yan Permenas Mandenas, yang menilai tindakan tersebut tidak hanya merupakan penghinaan terhadap budaya Papua, tetapi juga bentuk pelanggaran terhadap konstitusi dan undang-undang Republik Indonesia.
Mandenas menegaskan, pembakaran mahkota adat yang menjadi simbol kehormatan dan identitas masyarakat asli Papua telah menyinggung perasaan kolektif orang Papua dan melukai nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang diakui secara nasional.
“Hanya orang-orang yang tidak waras dan tidak menghargai budaya orang asli Papua yang bisa melakukan hal seperti ini. Mahkota Cenderawasih adalah simbol kebesaran budaya dan kekayaan bangsa yang ada di Tanah Papua,” ujar Yan Mandenas dalam pernyataannya, Sabtu (22/10).
Diduga Langgar UUD 1945 dan Sejumlah UU Nasional
Tindakan pembakaran simbol adat Papua disebut sebagai perilaku menyimpang yang bertentangan dengan berbagai regulasi hukum nasional.
Berikut sejumlah dasar hukum yang dinilai telah dilanggar:
1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 28 dan 36 menegaskan jaminan hak masyarakat adat untuk mempertahankan identitas budaya serta hak atas rasa aman dari perlakuan diskriminatif. Pembakaran simbol adat, menurut Mandenas, termasuk pelecehan budaya dan diskriminasi etnis yang melanggar prinsip non-diskriminasi dan perlindungan martabat manusia.
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Pasal 5 dan 7 mewajibkan negara untuk melindungi ekspresi budaya lokal, termasuk pakaian adat dan simbol identitas. Tindakan pembakaran topi adat dinilai bertentangan dengan semangat pelestarian kebudayaan nasional.
3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 156a: Melarang tindakan yang menimbulkan kebencian atau permusuhan terhadap suatu golongan berdasarkan ras atau etnis. Pasal 406: Mengatur perusakan barang milik orang lain. Jika mahkota adat adalah milik komunitas atau individu, maka pembakaran dapat dikategorikan sebagai tindak pidana perusakan.
4. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Pasal 4 dan 16 melarang tindakan yang merendahkan atau menghina kelompok etnis tertentu. Pembakaran simbol adat Papua termasuk dalam tindakan diskriminatif berbasis etnis, yang dapat dikenai sanksi pidana.
Selain itu, secara konstitusional, UUD 1945 Pasal 28I ayat (3) menegaskan bahwa negara wajib menghormati dan melindungi identitas budaya serta hak masyarakat adat.
Desakan Tindakan Tegas dari Pemerintah
Yan Mandenas mendesak Menteri Kehutanan dan Gubernur Papua untuk segera mengambil langkah hukum yang tegas terhadap oknum yang terlibat dalam pembakaran simbol adat tersebut, terutama jika pelaku merupakan aparatur sipil negara (ASN).
“Pemerintah harus menindak aparat yang tidak memahami nilai budaya bangsa. Mahkota Cenderawasih adalah simbol kehormatan, bukan benda yang bisa dibakar sesuka hati,” tegasnya.
Ia menambahkan, kejadian ini harus menjadi pelajaran bagi semua pihak agar lebih menghargai keberagaman budaya di Tanah Papua, yang merupakan bagian penting dari jati diri Indonesia.

Sementara itu, melansir dari Jubi.id, dipetik media ini. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam atau BBKSDA Provinsi Papua memusnahkan 54 satwa awetan atau offset satwa mati dan bagian-bagiannya, yang telah diolah menjadi aksesoris budaya Papua di depan Kantor BBKSDA Papua, Abepura, Kota Jayapura, Papua, Senin (20/10/2025).
Kepala BBKSDA Papua Johny Santoso mengatakan satwa-satwa mati itu disita dari penjual saat patroli pengawasan terpadu peredaran tumbuhan dan satwa liar atau TSL ilegal selama tiga hari, 15-17 Oktober 2025 di Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, dan Kabupaten Keerom.
“Operasi terpadu selama tiga hari itu kami laksanakan bersama berbagai pihak dan diikuti sebanyak 74 personil,” katanya saat diwawancarai usai kegiatan pemusnahan.
Pihak-pihak yang terlibat dalam tim patroli, kata Johny, adalah unsur kepolisian dari Sub Direktorat 4 Tindak Pidana Tertentu (Subdit Tipidter), Direktorat Reskrimsus Polda Papua, Kepolisian Resor Jayapura, Kepolisian Resor Keerom, Kepolisian Sektor Pelabuhan Laut Jayapura, dan Kepolisian Sektor Bandara Udara Sentani
Kemudian unsur TNI dari Komando Polisi Militer Kodam XVII Cenderawasih, Komando Polisi Militer Kodaeral Wilayah X Jayapura, dan Komando Polisi Militer Lanud Silas Papare Jayapura.
Sedangkan dari unsur Organisasi Perangkat Daerah (OPD) adalah instansi vertikal dan badan usaha dari Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua, BBKSDA Papua, Balai Besar Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Papua, Balai Penegakan Hukum Kehutanan Wilayah Maluku dan Papua, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Jayapura, serta Aviation Security Bandara Sentani.
Johny menuturkan, selama patroli, pihaknya berhasil menyita 54 offset satwa liar ilegal dan bagian-bagian tubuh satwa yang diolah menjadi berbagai aksesoris adat Papua.
“Kami menyita burung cendrawasih kecil (Paradisaea minor) sebanyak tiga offset, kepala dan atau paruh burung julang papua (Rhyticeros plicatus) sebanyak tiga offset, kaki satwa kuskus tutul hitam (Spilocuscus rufoniger) sebanyak dua offset, dan mahkota burung cendrawasih kecil (Paradisaea minor) sebanyak delapan offset. (*)