PAPUA – Kami sebagai mahasiswa dan bagian dari suara kritis bangsa, kami tidak akan diam melihat penderitaan yang terus terjadi diatas Tanah Papua.
Konflik bersenjata yang terus berulang di wilayah seperti Dogiyai, Ndugama, Intan Jaya, Yahukimo, Sorong dan hampir seluruh pelosok Bumi Cenderawasih, bukan sekadar persoalan keamanan. Ini adalah akibat langsung dari kebijakan negara yang lebih berpihak pada investasi, eksploitasi Sumber Daya Alam, dan kepentingan Korporasi, daripada Keselamatan dan Martabat Rakyat Papua.
Negara dan Pemerintah harus sadar kehadiran aparat bersenjata di Tanah Papua yang katanya demi “Keamanan Nasional”, justru menambah luka bagi OAP. Rakyat kecil menjadi korban.
Mereka kehilangan Rumah, Tanah Adat, dan terpaksa mengungsi tanpa arah. Apakah ini wajah pembangunan yang kita banggakan?
Kami mengecam keras segala bentuk kekerasan Negara yang dibungkus dalam dalih pembangunan. Pembangunan tanpa Kemanusiaan adalah gaya baru kolonialisme.
Untuk itu, yang menjadi tuntutan Kami adalah sebagai berikut:
1. Tarik kembali pasukan TNI/Polri dari wilayah sipil di Papua.
2. Hentikan proyek-proyek investasi yang sedang merampas Tanah Adat tanpa persetujuan Masyarakat Papua.
3. Pengakuan atas hak hidup, hak bicara, dan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua.
4. Penegakan HAM yang Transparan dan Adil atas seluruh Pelanggaran yang telah terjadi sejak 1 Desember 1961.
Sebagaimana kata Tokoh Pejuang Papua, Filep Karma, “Papua tidak dijajah untuk dididik, tapi dijajah untuk dieksploitasi.” Kalimat ini masih relevan hari ini. Negara belum membuka mata untuk melihat penderitaan Rakyat Papua. Jadi Ini bukan soal konflik, ini tentang kemanusiaan yang diinjak-injak.
Kami mengajak seluruh elemen mahasiswa dan rakyat untuk tidak menutup mata. Saat satu wilayah bangsa kita menangis, seluruh negeri seharusnya ikut berduka dan bergerak.
Papua bukan tanah kosong. Disana ada jiwa, ada budaya, ada sejarah dan mereka punya hak untuk hidup dengan damai di tanahnya sendiri.
Oleh: Nando Boma (Aktivis UnCen)