Oleh: Jeri Kegamedi Kogopa, S.HI
Festival Budaya Paniai bukan sekadar ajang pertunjukan tradisi, melainkan momentum penting untuk menyalakan kembali api warisan leluhur yang hampir padam di tengah arus modernisasi. Kegiatan yang digagas oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Paniai melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata ini telah membuktikan bahwa semangat menjaga identitas budaya masih hidup dan tumbuh di hati masyarakat Paniai.
Sebagai tokoh intelektual muda Paniai, saya memberikan apresiasi yang tinggi kepada Bupati Paniai, Tuan Yampit Nawipa, A.Md.Tek, yang dengan komitmen kuat terus menanamkan kesadaran akan pentingnya pelestarian budaya. Langkah pemerintah daerah ini bukan hanya sebatas seremoni, melainkan upaya nyata untuk merawat jati diri masyarakat Mee dan meneguhkan nilai-nilai luhur yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Baca Juga : Dari Jalanan Menuju Kepemimpinan: Bupati Paniai Dekat dengan Anak-Anak Jalanan
Festival yang digelar pada Senin, 13 Oktober 2025, di halaman Kantor Dinas Pariwisata Paniai, menampilkan berbagai ekspresi budaya lokal mulai dari pesta bakar batu, pesta adat Yuwo, lagu tradisi Mee, hingga alat-alat tradisional seperti pana dan busur (Uka Mapega). Semua ini bukan sekadar simbol, tetapi representasi dari cara hidup masyarakat yang menjunjung tinggi kebersamaan, gotong royong, dan penghormatan terhadap alam.
Dalam konteks antropologis, kegiatan seperti ini memiliki makna mendalam. Budaya tidak lahir dari ruang kosong; ia tumbuh dari hubungan manusia dengan tanahnya, bahasanya, dan sesamanya. Itulah sebabnya, pelestarian budaya orang Mee bukan hanya soal mempertahankan tari-tarian atau ritual, melainkan mempertahankan cara berpikir, cara hidup, dan cara menghargai ciptaan Tuhan.
Festival Budaya Paniai juga menjadi ruang perjumpaan lintas generasi. Di sana, para orang tua berbagi kisah dan makna simbol-simbol adat, sementara generasi muda belajar untuk mengenal dan mencintai budayanya sendiri. Di tengah derasnya arus globalisasi yang membawa budaya luar tanpa batas, kegiatan seperti ini menjadi “benteng moral dan identitas” agar masyarakat Paniai tidak kehilangan arah di era modern.
Sebagai pemerhati sosial politik, saya meyakini bahwa pembangunan daerah tidak hanya diukur dari infrastruktur dan ekonomi semata, tetapi juga dari kekuatan budaya dan nilai-nilai lokal yang dijadikan fondasi moral masyarakat. Bupati Yampit Nawipa telah menunjukkan bahwa pembangunan sejati dimulai dari hati dan akar budaya masyarakat itu sendiri.
Harapan saya sederhana namun mendalam semoga Festival Budaya Paniai terus digelar setiap tahun, tidak hanya sebagai acara hiburan, tetapi sebagai ruang refleksi bersama. Karena di dalam setiap tarian, lagu, dan batu yang dibakar, tersimpan roh persaudaraan dan cinta tanah Mee yang harus terus dijaga oleh generasi muda Paniai untuk masa depan yang lebih bermartabat.
Penulis adalah Pemerhati Sosial Politik dan Pemerintahan Papua Tengah